Keluarga dan Anak yang Didambakan

Salam Damai Kristus,

Pembaca yang budiman, belum hadirnya seorang anak dalam  sebuah keluarga tentu menjadi persoalan pelik bagi mereka yang mengalaminya. Kerapkali pasutri yang sedang menunggu anak ini mendapat pandangan sinis dan cibiran dari orang-orang di sekitar mereka. Ditambah lagi dengan pelbagai anggapan-anggapan miring yang dilekatkan pada pasutri ini yang berhubungan dengan ketidakhadiran anak itu. Meski mayoritas orang beranggapan ketidakhadiran anak adalah “aib”, sebagian kecil malah menaruh empati yang dalam bagi masalah ini. Pada posisi inilah tema majalah kesayangan bulan ini ; berempati dan menumbuhkan sikap pasrah dan tabah 

Ya, beberapa di antara pasutri tanpa anak ini mungkin terus digelayuti rasa gelisah. Namun tak sedikit dari mereka yang mulai menunjukkan sikap pasrah dan berdamai dengan diri sendiri. Mereka yakin, ketidakhadiran anak ini adalah mahakarya Tuhan yang tidak pernah bisa diduga oleh manusia. Tuhan punya rencana dan mereka dengan tabah menerimanya. Sikap ini kita teladani dari Bunda Maria ketika menerima kabar dirinya mengandung Putra Allah. “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu”. 

Pasutri-pasutri pilihan yang hadir dalam rubrik Serambi kali ini adalah mereka yang (dengan pemaknaannya masing-masing) pasrah dan tabah menjalani rencana Tuhan yang indah ini. Mereka akhirnya dikaruniai anak setelah menjalani sikap hidup pasrah dan tabah itu. 

Untuk membendung berbagai mitos dan anggapan-anggapan miring seputar ketidakhadiran anak, kami sajikan beberapa artikel dan wawancara yang berguna untuk memperluas wawasan Anda. 

Demikianlah, alih-alih mengumbar kesedihan, tema kita bulan ini ingin menumbuhkan optimisme dan keyakinan bagi kita semua dalam memandang setiap problema hidup.

Selamat membaca.

Gaya Hidup dan Kesuburan

Banyak pilihan gaya hidup berpotensi mengurangi kesuburan manusia. Banyak studi penelitian telah menyebut alkohol, rokok, kafein, penggunaan narkotika, olahraga berlebihan dan pekerjaan tertentu sebagai faktor-faktor gaya hidup yang mungkin berpengaruh pada ketidaksuburan. Berat badan juga memiliki pengaruh yang besar pada kesuburan.

ALKOHOL

Konsumsi alkohol sudah meluas dan dipercaya meningkat di banyak negara di dunia. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa alkohol dapat mengurangi produksi hormon dan menghambat pembuahan.

Apakah alkohol juga memiliki pengaruh yang sama pada manusia? Konsumsi alkohol yang banyak dan sering dapat berpengaruh pada gangguan menstruasi dan meningkatkan persentase sperma yang abnormal. Wanita hamil dengan konsumsi alkohol yang berlebihan mempunyai tingkat kejadian aborsi spontan, kerusakan plasenta, kelahiran sebelum waktunya, dan mati saat kelahiran.

Jawaban atas pertanyaan apakah konsumsi jumlah alkohol yang sedang memiliki efek yang berbahaya bagi kesehatan reproduksi masih kurang jelas. Tapi ada kemungkinan, pola reproduksi sehat akan berkurang seiring dengan meningkatnya konsumsi alkohol, bahkan bagi wanita yang minum kurang dari lima minuman alkohol tiap minggunya.

Bagi pasangan yang mencoba untuk mengalami kehamilan atau bagi wanita hamil, disarankan untuk menghindari tingkat konsumsi alkohol yang banyak dan terus-menerus. Pasangan-pasangan yang memiliki tingkat konsumsi alkohol yang tinggi yang mencoba untuk melakukan reproduksi bantuan akan disarankan untuk mengambil konseling dahulu sebelum menjalani perawatan.

MEROKOK

World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia yang berusia di atas 15 tahun merokok, walaupun diketahui bahwa komposisi rokok dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya bagi kesehatan umum. Merokok juga dapat berpengaruh buruk pada kesehatan reproduksi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa merokok dapat memiliki efek buruk pada kesuburan pria dan wanita. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa merokok dapat mengurangi jumlah sperma dalam ejakulasi dan menyebabkan kerusakan DNA dalam mengembangkan sel sperma.

Dalam satu penelitian, perokok dilaporkan mengalami pengurangan jumlah sperma sekitar 13-17% jika dibandingkan dengan orang bukan perokok.

KAFEIN

Studi-studi penelitian telah banyak dilakukan untuk memastikan apakah konsumsi kopi berhubungan dengan ketidaksuburan. Tapi hasil-hasilnya bertentangan dan sulit untuk dipahami.

Sebuah penelitian menemukan bahwa sedikitnya satu cangkir kopi tiap hari sudah cukup untuk memperlama waktu yang dibutuhkan untuk hamil. Studi lain terhadap hampir 3000 orang wanita menemukan bahwa konsumsi kopi tidak berhubungan dengan ketidaksuburan. Studi-studi lain menunjukkan bahwa 2-3 cangkir kopi tiap hari berhubungan dengan peningkatan resiko keguguran ketika awal kehamilan.

OBAT-OBATAN REKREASI

Penggunaan obat-obatan untuk rekreasi seperti kokain dan marijuana dapat menyebabkan masalah kesuburan. Kokain mengurangi jumlah sperma dan mempengaruhi kualitas pergerakan sperma yang rendah. Penggunaan kokain oleh pria juga dikaitkan dengan perkembangan abnormal bagi anak yang dilahirkan.

Penggunaan kokain oleh wanita dihubungkan dengan ketidaksuburan karena ketidaknormalan pada rahim.

Studi terhadap binatang menunjukkan bahwa penggunaan marijuana dapat menghentikan pembuahan dengan efek racun pada telur yang berkembang.

OLAHRAGA BERLEBIHAN

Olahraga yang tepat penting untuk menjaga berat badan dan tingkat kebugaran yang diinginkan. Namun olahraga yang berlebihan dapat mengarah pada pengurangan kesuburan baik bagi pria dan wanita.

Bagi pria, olahraga yang berlebihan berhubungan dengan pengurangan produsi sperma. Bagi wanita, intensitas olahraga yang terlalu tinggi dapat mengarah pada penghentian ovulasi.

Perlu dicatat bahwa untuk menyebabkan pengurangan kesuburan maka harus olahraga berat. 

Bagaimana olahraga dapat mempengaruhi kesuburan masih belum jelas. Apakah karena olahraga fisik itu sendiri, atau pengurangan energi yang terjadi ketika penggunaan energi (olahraga) lebih besar daripada persediaan (makanan)?.

Tapi, gangguan reproduksi yang terjadi karena olahraga berlebihan biasanya dapat diatasi dengan membuat penyesuaian pada jenis dan jumlah olahraga yang dilakukan.

RESIKO PEKERJAAN

Ide bahwa pekerjaan tertentu mungkin membuat pekerja memiliki resiko gangguan reproduksi bukanlah suatu hal yang baru. Pada 1860 seorang ilmuwan Prancis mencatat bahwa para istri dari pekerja tambang timah cenderung tidak hamil, dan jika memang hamil maka kemungkinan besar akan gugur. Efek paparan timah pada kesehatan umum sekarang telah terdokumentasi dengan baik dan diketahui mengurangi produksi sperma manusia maupun binatang.

Sumber pekerjaan lain yang dapat mengurangi kualitas sperma adalah yang berhubungan dengan panas, pestisida, dan hidrokarbon.

Sebuah studi menyebut pekerjaan yang beresiko yang meliputi pekerja transportasi, pekerja industri pembangunan, mekanik motor, petani dan penambang.

Wanita juga memiliki resiko tinggi terhadap ketidaksuburan dari ekspos pekerjaan. Debu kimia, pelarut organik yang mudah terbakar dan pestisida menyebabkan resiko ketidaksuburan yang lebih tinggi. (*)

dari berbagai sumber

Mitos dan Fakta Tentang Ketidaksuburan

Apa saja mitos dan kesalahan persepsi mengenai ketidaksuburan (infertilitas)?

 

Mitos: Infertilitas adalah masalah wanita!

Fakta: Infertilitas adalah isu pasangan. Infertilitas adalah masalah medis dengan 40% kasus berasal dari wanita, 40% berasal dari pria, 10% kombinasi dari pria dan wanita, dan 10% tidak dapat dijelaskan.

Mitos: Menstruasi yang menyakitkan menyebabkan infertilitas.

Fakta: Menstruasi yang menyakitkan tidak mempengaruhi kesuburan. Bahkan, untuk sebagian besar pasien, menstruasi reguler dan menyakitkan biasanya menandakan siklus ovulasi. Namun, sakit yang bertambah parah selama menstruasi (terutama jika ini bersamaan dengan sakit saat seks) dapat berarti Anda memiliki endometriosis.

Mitos: Jarang menstruasi menyebabkan infertilitas.

Fakta: Sepanjang menstruasi berjalan reguler, ini artinya ovulasi sedang terjadi. Ada wanita normal yang memiliki siklus menstruasi selama 40 hari. Tentunya, berhubung mereka punya siklus yang lebih sedikit setiap tahunnya, jumlah waktu mereka ‘subur’ dalam setahun juga berkurang. Mereka juga perlu memantau masa subur mereka lebih dekat lagi, berhubung ini tertunda (dibandingkan dengan wanita yang memiliki siklus 30 hari).

Mitos: Golongan darah yang ‘tidak cocok’ antara suami istri dapat menyebabkan infertilitas.

Fakta: Tidak adanya hubungan antara golongan darah dan kesuburan

Mitos: Alasan kenapa saya belum hamil adalah karena sebagian besar sperma keluar dari vagina setelah berhubungan badan.

Fakta: Kehilangan air mani setelah berhubungan badan adalah normal, dan sebagian besar wanita memperhatikan adanya cairan yang keluar segera setelah seks. Banyak pasangan yang tidak subur menganggap bahwa ini adalah penyebab dari masalah mereka. Jika suami Anda mencapai klimaks di dalam Anda, maka Anda dapat yakin bahwa seberapa banyak pun cairan yang keluar setelah itu, ada cukup sperma untuk mencapai cervical mucus. Keluarnya air mani bukan lah penyebab dari infertilitas.

Mitos: Jika Anda terus berusaha dan sangat menginginkannya, Anda akan jadi hamil.

Fakta: Tidak seperti banyak bagian dari hidup Anda, infertilitas mungkin adalah suatu hal yang tidak dapat Anda kontrol. Walau banyak metode perawatan baru telah banyak meningkatkan kesempatan pasangan untuk memiliki anak, banyak masalah yang masih tidak dapat ditangani.

Mitos: “Tenang, jangan cemas, ambil liburan. Anda akan langsung hamil.”

Fakta: Infertilitas disebabkan oleh perubahan-perubahan pada proses reproduksi normal. Jika Anda mencemaskan ketidak-mampuan Anda untuk hamil, Anda sebaiknya mempertimbangkan untuk diievaluasi lebih lanjut. Perasaan stres yang timbul akibat ketidak-mampuan untuk hamil ini adalah sangat dimengerti.

Mitos: “Jika Anda mengadopsi anak, Anda akan jadi hamil.”

Fakta: Ini adalah salah satu mitos yang paling menyakitkan untuk didengar oleh pasangan. Pertama, ini seakan-akan menyarankan bahwa adopsi adalah suatu cara untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan yang berhasil atau menggembirakan itu sendiri. Kedua, ini sama sekali tidak betul. Riset membuktikan bahwa tingkat kehamilan bagi pasangan yang mengadopsi bayi adalah sama bagi mereka yang tidak.

Mitos: “Mungkin kalian berdua melakukan sesuatu yang salah.”

Fakta: Infertilitas adalah kondisi medis, bukan kelainan seksual.

Mitos: “Mungkin ini adalah cara Tuhan untuk memberitahumu bahwa kamu tidak dimaksudkan untuk menjadi orang tua.”

Fakta: Anda tahu bahwa anda akan menjadi orang tua yang penuh kasih sayang, dan itu menyakitkan untuk harus menjelaskan ke orang lain bahwa anda punya masalah medis. Infertilitas bukanlah suatu hukuman, ia adalah penyakit medis.

Mitos: Seorang pria dapat menilai tingkat kesuburannya dari kekentalan dan jumlah air maninya.

Fakta: Air mani lebih banyak terdiri dari cairan yang dikeluarkan oleh seminal vesicles dan prostat. Jumlah dan konsistensi dari air mani tidak berhubungan dengan potensi kesuburannya, yang tergantung pada jumlah sperma. Ini hanya dapat dinilai dari pemeriksaan mikroskopik.

Mitos: Infertilitas bersifat keturunan.

Fakta: Jika ibu, nenek atau saudara perempuan anda mempunyai masalah dengan kehamilan, ini bukan berarti anda akan mengalami hal yang sama! Sebagian besar masalah infertilitas bukan keturunan sifatnya, dan anda perlu melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.

Mitos: Kita sebaiknya berhubungan badan setiap hari untuk mencapai kehamilan.

Fakta: Sperma tetap hidup dan aktif dalam cervical mucus seorang wanita selama 48-72 jam setelah hubungan badan; maka dari itu, tidak perlu mengatur hubungan cinta dalam suatu jadwal. Walau berhubungan badan dekat waktu ovulasi adalah penting, tiada satu hari yang kritikal. Jadi jangan terlalu prihatin jika tidak dimungkinkan untuk berhubungan badan pada hari ovulasi.

Mitos: Seorang wanita mengalami ovulasi dari ovarium kiri pada satu bulan dan ovarium kanan pada bulan berikutnya.

Fakta: Sebenarnya, hanya satu ovarium yang berovulasi setiap bulannya. Namun, polanya tidak reguler antara satu dengan yang lainnya.

Mitos: Bantal di bawah pinggang selama dan setelah hubungan badan mendukung kesuburan.

Fakta: Sperma sudah berenang dalam cervical mucus begitu hubungan badan selesai dan akan terus melakukan perjalanan dari cervix ke tuba fallopian untuk 48 sampai 72 jam ke depan. Posisi pinggang tidak terlalu menentukan.

Mitos: Jika anda tenang, anda akan menjadi hamil.

Fakta: Jika suatu kehamilan tidak terjadi setelah setahun, kemungkinannya adalah adanya kondisi medis yang menyebabkan infertilitas. Tidak adanya bukti bahwa stress menyebabkan infertilitas. Ingat, semua pasien yang mengalami infertilitas mengalami stress — bukan stress yang menyebabkan infertilitas, tapi infertilitas yang menyebabkan stress!

Mitos: Menstruasi yang terjadi kurang atau lebih dari 28-hari interval adalah tidak reguler.

Fakta: Menstruasi seorang wanita akan berbeda dari bulan ke bulan. Selama seorang wanita dapat menghitung menstruasinya dalam interval yang reguler setiap bulannya, itu adalah normal.

Mitos: Saya tidak pernah punya gejala infeksi pelvis, jadi tuba saya tidak mungkin terblokir.

Fakta: Banyak infeksi pelvis tidak menunjukkan gejala apapun, tetapi dapat merusak tuba, terkadang tidak dapat diperbaiki.

Mitos: Gynekologisku telah melakukan pemeriksaan internal dan mengatakan bahwa saya normal; maka dari itu aku semestinya tidak punya masalah untuk hamil.

Fakta: Pemeriksaan gynekologikal rutin tidak dapat menyediakan informasi mengenai kemungkinan masalah yang dapat menyebabkan infertilitas.

Mitos: Jika seorang wanita menggunakan obat fertilitas, dia akan mendapatkan kelahiran ganda.

Fakta: Walau obat fertilitas dapat meningkatkan kemungkinan untuk kehamilan ganda (karena mereka menstimulasi ovarium untuk memproduksi beberapa telur), mayoritas wanita yang menggunakannya mengalami kelahiran tunggal.

Mitos: Jumlah sperma seorang pria akan sama setiap kali diperiksa.

Fakta:Jumlah sperma seorang pria akan berubah-ubah. Jumlah sperma dan motilitas dapat dipengaruhi oleh waktu diantara ejakulasi, penyakit dan medikasi.

Mitos: Saya tidak mempunyai masalah berhubungan badan. Berhubung saya aktif, jumlah sperma saya seharusnya normal.

Fakta: Tidak ada korelasi antara fertilitas dan keaktifan seorang pria. Pria dengan dorongan seks yang normal mungkin tidak mempunyai sperma sama sekali.

Mitos: Semua dokter mempunyai ketertarikan yang sama pada perawatan infertilitas.

Fakta: Tidak semua dokter atau pusat infertilitas mempunyai ketertarikan yang sama. Adalah penting bagi anda untuk menanyakan dokter anda tentang ketersediaan perawatan yang dapat ia tawarkan kepada anda serta bagaimana hasil kehamilan setelah perawatan tersebut selama prakteknya.

Mitos: Perawatan infertilitas jangan ditawarkan di India, karena sudah terdapat banyak bayi di Negara ini. Mengapa memperbesar masalah populasi dengan memproduksi lebih banyak lagi?

Fakta: Hak untuk memiliki anak adalah hak dasar bagi setiap manusia dan merupakan kebutuhan biologis yang paling dasar. Hanya karena seorang tetangga memiliki anak yang terlalu banyak seharusnya tidak menghilangkan hak pasangan yang mengalami infertilitas untuk mempunyai anak sendiri.

Mitos: Azoospermia (tidak punya sperma) adalah hasil dari masturbasi yang berlebihan saat masa kecil.

Fakta: Masturbasi adalah kegiatan normal yang dilakukan banyak lelaki muda dan dewasa. Ia tidak mempengaruhi jumlah sperma. Anda tidak bisa ‘kehabisan’ sperma, karena ia selalu diproduksi di dalam testis.

Mitos: Adalah kesalahan pasangan jika mereka tidak subur.

Fakta: Infertilitas membawa stigma sosial yang besar — sikap menyalahkan korban seperti ini adalah umum. Sebagian besar karena orang tidak terlalu mengerti mengenai kesuburan mereka sendiri.

Mitos: Infertilitas bukanlah penyakit medis dan perawatan seharusnya tidak ditanggung oleh asuransi.

Fakta: Infertilitas adalah masalah medis, yang seringkali harus dilakukan perawatan medis. Asuransi seharusnya menanggung biaya perawatan. (*)

Sumber : www.conceptfertility.com.my

Mengapa Gereja Menolak Aborsi

Di dunia dewasa ini, terdapat isu yang cukup hangat dan mengundang perdebatan, yaitu mengenai aborsi. Kelompok masyarakat yang setuju aborsi menyebut diri mereka sebagai “pro-choice” -karena mengacu kepada hak ibu untuk “memilih” nasib dirinya dan bayi yang dikandungnya. Sedangkan mereka yang tidak setuju menyebut diri mereka dengan “pro-life”.

Gereja Katolik ‘pro- life‘ karena Tuhan mengajarkan kepada kita untuk menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak masa konsepsi (pembuahan) antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia terbentuk pada saat konsepsi, karena bahkan dalam ilmu pengetahuan kita ketahui, sebuah zygote adalah sebuah keseluruhan manusia yang unik. Pada saat konsepsi inilah sebuah kesatuan sel manusia yang baru terbentuk. Ia berbeda jika dibandingkan dengan sel telur ibunya, ataupun sel sperma ayahnya.

Kelompok “pro-choice” tidak menganggap bahwa yang ada di dalam kandungan itu adalah manusia dengan berbagai alasan. Padahal sciencesangat jelas mengatakan terbentuknya sosok manusia adalah pada saat konsepsi (pembuahan sel telur oleh sel sperma). Pada saat itulah Tuhan ‘menghembuskan’ jiwa kepada manusia baru ciptaan-Nya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya, dapat lahir dan berkembang sebagai manusia dewasa.

Kitab suci juga mengajarkan bahwa manusia sudah terbentuk sebagai manusia sejak dalam kandungan ibu: “Beginilah firman Tuhan yang menjadikan engkau, yang membentuk engkau sejak dari kandungan dan yang menolong engkau…” (Yes 44:2). “Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?” (Ayb 31: 15).  

“….Tuhan telah memanggil aku sejak dari kandungan telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku…. Maka sekarang firman Tuhan, yang membentuk aku sejak dari kandungan untuk menjadi hamba-Nya, untuk mengembalikan Yakub kepada-Nya…” (Yes 49, 1,5)

Kitab Suci juga mengajarkan bahwa setiap kehidupan di dalam rahim ibu adalah ciptaan yang unik, yang sudah dikenal oleh Tuhan: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yer 1:5)

Magisterium Gereja Katolik dengan teguh menjunjung tinggi kehidupan manusia dan menentang aborsi, karena memang demikianlah yang sudah diajarkan oleh para rasul dan diimani Gereja sepanjang sejarah.

Dalam Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes 27 tertulis, “Selain itu apa saja yang berlawanan dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang mana pun juga, penumpasan suku, pengguguran (aborsi), eutanasia atau bunuh diri yang disengaja; apa pun yang melanggar keutuhan pribadi manusia, …. itu semua dan hal-hal lain yang serupa memang perbuatan yang keji. Dan sementara mencoreng peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang melakukannya, dari pada mereka yang menanggung ketidak-adilan, lagi pula sangat berlawanan dengan kemuliaan Sang Pencipta.”

Sementara itu Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, Humanae Vitae 13 mengutip Paus Yohanes XXIII mengatakan, “Hidup manusia adalah sesuatu yang sakral, dari sejak permulaannya, ia secara langsung melibatkan tindakan penciptaan oleh Allah. Maka manusia tidak mempunyai dominasi yang tak terbatas terhadap tubuhnya secara umum; manusia tidak mempunyai dominasi penuh atas kemampuannya berkembang biak justru karena pemberian kemampuan berkembang biak itu ditentukan oleh Allah untuk memberi kehidupan baru, di mana Tuhan adalah sumber dan asalnya”.

Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Evangelium Vitae menekankan adanya hubungan yang dekat antara kontrasepsi dan aborsi. Kontrasepsi menentang kebenaran sejati tentang hubungan suami istri, sedangkan aborsi menghancurkan kehidupan manusia. Kontrasepsi menentang kebajikan kemurnian di dalam perkawinan, sedangkan aborsi menentang kebajikan keadilan dan merupakan pelanggaran perintah “Jangan membunuh”. Maka keduanya sebenarnya berasal dari pohon yang sama, berakar dari mental hedonistik yang tidak mau menanggung akibat dalam hal seksualitas, berpusat pada kebebasan yang egois.

Paus Yohanes Paulus II menyebutkan mentalitas itu mendorong bertumbuhnya “culture of death” (budaya kematian) di dalam masyarakat, yang pada dasarnya menentang kehidupan. Dalam mentalitas ini, bayi/anak-anak maupun orang tua yang sakit-sakitan dianggap sebagai “beban” sehingga muncullah budaya aborsi dan euthanasia. Sesuatu yang sangat menyedihkan! Padahal seharusnya, manusia memilih kehidupan seperti yang diperintahkan Allah, “Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut kepada-Nya….” (Ul 30:19-20).

Efek negatif aborsi

Tidak mengherankan, karena aborsi adalah perbuatan yang menentang hukum alam dan hukum Tuhan, maka tindakan ini membawa akibat- akibat negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi, maupun juga kepada para pelaku aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi muda, yang tidak lagi melihat kesakralan makna perkawinan.

Ibu yang mengandung bayi, terutama menanggung akibat negatif, baik bagi fisik maupun psikologis, yaitu kemungkinan komplikasi fisik, resiko infeksi, perdarahan, atau bahkan kematian.

Di atas semua itu adalah tekanan kejiwaan yang biasanya dialami oleh wanita- wanita yang mengalami aborsi. Tekanan kejiwaan ini membuat mereka depresi, mengalami kesedihan yang berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar perasaan bersalah, membenci diri sendiri, bahkan sampai mempunyai kecenderungan bunuh diri.

Ini belum menghitung adanya akibat negatif dalam masyarakat, terutama generasi muda. Legalisasi aborsi semakin memerosotkan moral generasi muda, yang dapat mempunyai kecenderungan untuk mengagungkan kesenangan seksual, ataupun memikirkan kepentingan diri sendiri, tanpa memperhitungkan tanggung jawab. Suatu mentalitas yang sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani.

Bagi yang telah melakukan aborsi

Paus Yohanes Paulus II dengan kebapakan mengatakan bahwa Gereja menyadari bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita melakukan aborsi. Gereja mengajak para wanita yang telah melakukan aborsi untuk menghadapi segala yang telah terjadi dengan jujur. “Perbuatan aborsi tetap merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa, namun juga janganlah berputus asa dan kehilangan harapan. Datanglah kepada Tuhan dalam pertobatan yang sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa. Percayakanlah kepada Allah Bapa jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai sekarang junjunglah kehidupan, entah dengan komitmen mengasuh anak-anak yang lain, atau bahkan menjadi promotor bagi banyak orang agar mempunyai pandangan yang baru dalam melihat makna kehidupan manusia”.

Anjuran ini juga berlaku bagi para dokter, petugas medis atau siapapun yang pernah terlibat dalam tindakan aborsi, entah dengan menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu proses aborsi itu sendiri. Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi, sehingga tidak lagi mau melakukannya.


Kesimpulan

Pengajaran Alkitab dan Gereja Katolik menyatakan, “Kehidupan manusia adalah sakral karena sejak dari awalnya melibatkan tindakan penciptaan Allah.” Kehidupan, seperti halnya kematian adalah sesuatu yang menjadi hak Allah, dan manusia tidak berkuasa untuk ‘mempermainkannya’.

Mari, di tengah-tengah budaya yang menyerukan “kematian”/ culture of death, kita sebagai umat Katolik dengan berani menyuarakan “kehidupan”/ culture of life. Mari kita melihat di dalam setiap anak yang lahir, di dalam setiap orang yang hidup maupun yang meninggal, gambaran kemuliaan Tuhan Pencipta yang telah menciptakan manusia sesuai dengan gambaran-Nya. Dengan demikian, kita dapat menghormati setiap orang, dan memperlakukan setiap manusia sebagaimana mestinya demi kasih dan hormat kita kepada Tuhan yang menciptakannya. 

Oleh Ingrid Listiati – disadur dan disunting seperlunya dari katolisitas.org

Kesuburan : Hasil Kerja Sama Suami dan Istri

Anak adalah karunia yang paling didambakan oleh pasangan yang telah menikah. Bukan karena berkeluarga selalu identik dengan memiliki anak tetapi karena kehadiran buah hati akan menyempurnakan kebahagiaan di dalam keluarga.

Bagi sebagian pasangan, memiliki anak seringkali merupakan masa penantian panjang yang harus dilalui dengan penuh kesabaran dan penuh perjuangan. Apa saja ragam masalah yang membuat pasangan yang telah menikah lama memiliki anak?

Secara istimewa, Harmoni memperoleh kesempatan untuk mengupas hal tersebut bersama dr. Ariawan Adimoelja, MCE, SpOg (41) di tengah kesibukannya.

Berikut petikan wawancaranya

Apa yang menyebabkan pasangan lama memiliki anak?

Ada banyak hal yang mempengaruhi fertilitas (kesuburan) pasangan sehingga lama memiliki anak. Hal-hal tersebut bisa berasal dari suami ataupun istri karena fertilitas itu menyangkut kedua belah pihak. Sehingga ketika pasangan mengalami kesulitan untuk memiliki anak, seseorang tidak bisa hanya menyalahkan wanita saja atau pria saja. Suami dan istri harus bekerja sama, masing-masing menyumbangkan kesuburannya.

Bila untuk memiliki anak total kesuburan dari masing-masing harus mencapai 100% maka ketika kesuburan wanita hanya 60% dan pria hanya 40% maka sang wanita akan tetap bisa hamil karena total kesuburannya telah mencapai 100%, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini, kesuburan tidak bisa dikatakan per orang, wanita sendiri atau pria sendiri, melainkan pasangan itu bagaimana.

Apa saja ragam masalah yang berasal dari wanita?

Ada beberapa ragam masalah pada wanita, antara lain (1) Siklus haid (menstruasi) yang tidak teratur. Siklus haid yang tidak teratur akan menyebabkan tidak terjadinya pematangan sel telur dalam siklus tersebut. Sel telur yang tidak matang tidak dapat mengalami ovulasi dan tidak memungkinkan terjadi pembuahan.

Siklus haid yang tidak teratur harus dicari penyebabnya, apakah karena hormon ataukah karena gangguan metabolisme tubuh. Apabila penyebabnya adalah hormon (diketahui melalui pemeriksaan hormon) maka harus dilakukan terapi hormon sedangkan bila penyebabnya adalah gangguan metabolisme seperti kegemukan maka biasanya penurunan berat badan saja akan membuat siklus haid teratur kembali.

(2) Kondisi saluran telur atau saluran vagina. Untuk melihat kondisi saluran tersebut harus dilakukan pemeriksaan khusus.

(3) Rigiditas yang berhubungan erat dengan kondisi psikologis ketika berhubungan. Kerapkali pasangan tidak tahu bagaimana cara berhubungan yang benar. Pasangan yang mengalami traumatis dalam berhubungan harus menjalani psikoterapi.

Apa saja ragam masalah yang berasal dari pria?

Ragam masalah pada pria antara lain (1) Ke-lainan atau menurunnya kualitas dan produksi (gerak, jumlah, dan bentuk) sperma.

Ketika pria mengalami akil balik (pubertas), tahap spermatogenesis mulai aktif karena pengaruh hormon. Pada tahap ini, seorang pria akan mengalami ereksi, mimpi basah, perubahan suara, perubahan bulu, dan perubahan tanda-tanda seksual sekunder.

Tahapan ini sangat dipengaruhi oleh makanan dan aktivitas yang dilakukan. Gaya hidup seperti merokok dan minum minuman beralkohol, pengaruh lingkungan seperti suhu yang ekstrim, serta riwayat penyakit parotitis (gondongan) juga turut mempengaruhi tahap spermatogenesis pada seorang pria.

(2) Masalah pada organ seksual. Hal ini berkaitan dengan impotensi hingga ejakulasi prekok (sperma keluar sebelum berhubungan sehingga tidak dapat membuahi sel telur).

Apa saja yang mempengaruhi fertilitas pada wanita dan pria?

Pada wanita, kondisi fertilitas dipengaruhi oleh tahapan yang sangat panjang, mulai dari kemampuan berhubungan, menerima sperma, menghasilkan sel telur yang matang dan bisa dibuahi serta kemampuan untuk menyalurkan dan menanam janin di rahim dan dapat tumbuh dengan baik. Proses ovulasi pada wanita tidak dipengaruhi ketika masa akil balik saja melainkan mulai di dalam rahim ibu.

Pada waktu wanita lahir, organ reproduksi wanita belum menetap (siap) atau masih berjalan proses embriologinya (masih dalam proses pematangan) karena pembelahan sel berhenti sampai fase miosis dan tahap ini akan berlanjut ketika akil balik.

Pada pria, kondisi fertilitas dipengaruhi oleh proses yang lebih pendek, mulai dari pembentukan sperma, pergerakan sperma ke dalam saluran, kemampuan ereksi, kemampuan berhubungan, ejakulasi, sampai membuahi sel telur. Spermatogenesis (pembentukan sperma) pada pria tidak hanya dipengaruhi pada waktu akil balik tetapi sejak ia masih kecil, masuk masa akil balik, hingga mampu mereproduksi sperma. Proses dari sel gamet (benih) sampai spermatozoa memakan waktu bertahun-tahun tetapi waktunya lebih pendek dibandingkan wanita.

Kapan pasangan yang kesulitan memiliki anak perlu melakukan pemeriksaan?

Pasangan yang telah menikah selama setahun dan belum memiliki anak perlu memeriksakan diri ke dokter. Pada kunjungan pertama kali, suami dan istri akan diperiksa bersama-sama. Dokter akan melakukan anamnese awal meliputi usia pernikahan, riwayat pengobatan yang dijalani, frekuensi berhubungan, dan kemungkinan masalah dalam berhubungan. Apabila ditemukan masalahnya baru akan ditangani per individu sesuai dengan masalahnya.

Apakah infertilitas bisa dideteksi sejak awal (sebelum menikah)?

Tidak bisa. Dalam hal ini, pasangan itu mempunyai peran masing-masing untuk menyumbangkan kesuburan sehingga tidak bisa dilihat per orang.

Meski demikian, antara infertilitas (tidak bisa punya anak) dengan subfertilitas lebih banyak yang subfertilitas (masih bisa diusahakan punya anak). Pada wanita, penanganan infertilitas tidak hanya dapat dilakukan setelah menikah tetapi juga sebelum menikah. Sebelum menikah, bila seorang wanita telah memiliki siklus haid yang tidak teratur ketika akil balik maka hal tersebut perlu disadari dan dideteksi sehingga dapat diperiksakan sejak awal.

Bagaimana dengan penanganan infertilitas melalui proses bayi tabung?

Proses bayi tabung mem-by pass dari tahap kopulasi (berhubungan) sampai pertemuan sel sperma dengan sel telur. Ada beberapa proses yang dapat dilakukan, (1) Inseminasi, proses pembuahan dilakukan dengan jalan mengeluarkan sperma, diproses, dan kemudian dimasukkan ke rahim. Selanjutnya, sperma akan berenang sendiri untuk bertemu dengan sel telur. Prosesnya berjalan alami.

(2) Pembuahan terjadi di luar tubuh. Pada tahap ini, sel telur dan sel sperma akan diambil dan kemudian diproses untuk dipertemukan. Selanjutnya, sel sperma diharapkan bisa bertemu dengan sel telur untuk bisa menyatu. (3) Memasukkan satu sel sperma yang baik ke dalam sel telur.

Bayi tabung bukanlah satu-satunya jalan keluar dalam mengatasi infertilitas karena apabila permasalahan pasangan dalam memiliki anak tidak berat maka terapinya tidak perlu sampai menggunakan metode bayi tabung.

Apa saran Dokter untuk pasangan yang telah menikah lama tetapi belum dikaruniai anak?

Pertama, bila setelah tahun pertama tidak juga memiliki anak sebaiknya pasangan mulai memeriksakan diri ke dokter. Dan bila orang di sekitar Anda mulai membuat resah dengan pertanyaan “mengapa tak kunjung memiliki anak?”, jangan stress dan bingung karena hal tersebut akan mempengaruhi kondisi psikologis yang kemudian berpengaruh terhadap fertilitas. Percayalah bila Tuhan telah memilihkan Anda pasangan pasti akan ada jalan keluar.

Kedua, jangan melakukan hubungan seksual sebelum menikah karena seks bebas dapat menimbulkan penyakit seksual yang akan berpengaruh terhadap kesuburan.

Ketiga, jangan menunda kehamilan. Bila Anda tidak siap untuk hamil atau memiliki anak maka ada baiknya untuk mempertimbangkan pernikahan yang Anda lakukan karena obat penunda kehamilan dapat mengganggu kesuburan.

Terakhir, berusahalah menanamkan pola hidup sehat. (*)

M. Ch. Reza Kartika

Kelainan Fisik Tak Mengurangi Harapanku Pada Tuhan

Salah satu tujuan menikah adalah mengembangkan keturunan, namun apa jadinya jika si buah hati yang ditunggu-tunggu tak juga muncul setelah penantian bertahun-tahun? Hal ini dialami pula oleh pasutri Agnes Linda (39) dan Erik Subiyanto (43). Warga paroki Salib Suci serta aktivis SSV ini baru dikaruniai momongan setelah perkawinan mereka berusia 7 tahun. Tertundanya memiliki anak disebabkan adanya sesuatu yang dirasakan oleh Linda, yaitu menstruasi yang tidak teratur dan hanya 4 kali dalam setahun. Namun hal ini tidak mengurangi cinta dan niat Erik untuk menikahinya, bahkan Erik telah siap seandainya mereka benar-benar tidak dikaruniai anak atau harus mengadopsi anak.

Hari-hari selama perkawinan dilalui dengan hati yang tenang. Tidak ada ada target memiliki anak dalam jangka waktu pendek, namun mereka berharap dalam dua tahun perkawinan Tuhan memberikan seorang anak. Mereka berdua terlibat dalam kegiatan sosial SSV dan juga bekerja sehingga keinginan yang menggebu-gebu untuk memiliki anak tidak terpikirkan, lagipula mereka telah siap apabila sesuatu yang diharapkan tidak akan terwujud sebab telah tahu dampak dari kelainan menstruasi yang dialami Linda.

Namun ketika usia perkawinan mencapai lima tahun, orangtua Erik dan Linda mulai mempertanyakan, keluarga sempat meminta mereka mencari beberapa alternative lainnya meskipun selama ini telah rutin therapy hormon ke dokter, diantaranya sempat ke asisten Rm lukman dan Linda diberi ramuan herbal. Namun karena tidak ada waktu untuk membuatnya karena harus dengan takaran dan penggodokan tertentu. Mereka sempat ingin mengadopsi anak namun ayah Linda kurang setuju. Akhirnya mereka diminta untuk datang ke Pater Glinka,SVD dengan membawa denah rumah  dan Pater mengatakan bahwa kondisi rumah mereka tidak sehat karena terlalu banyak aliran air dibawah rumah. Akhirnya pater menyarankan untuk memindah posisi barang-barang.

Di sisi lain Linda juga berupaya untuk pijat dan akhirnya berhasil hamil.  Namun Tuhan ternyata masih menguji pasangan tersebut. Janin yang dinanti-nantikan ternyata memiliki kelainan yaitu tidak dapat berkembang secara baik sebab semakin lama kromosomnya semakin mengecil. Akhirnya dokter meminta untuk digugurkan karena mengandung resiko dan dengan kebesaran hati Lindapun menggugurkan kandungannya. Sebelum kehamilannya tersebut, sebenarnya Linda dan Erik telah mengasuh keponakan Erik namun hal itu hanya berlangsung satu tahun.  

Kesabaran dan ketenangan mereka menghadapi semuanya ternyata berbuah manis, tidak lama setelah keguguran akhirnya Linda hamil dan melahirkan Maria regina Chiquitita (7). Menyusul kemudian lahir adiknya Louisw Fernando Ega (5). Merasa cukup akhirnya mereka pun melakukan KB. Kini kebahagiaan benar-benar telah mereka miliki dan Linda pun memilih sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga dan mengasuh sendiri anak-anaknya. Bahkan Erik memiliki keinginan salah satu dari putranya kelak bisa hidup membiara, namun mereka tetap menyerahkan keputusan pada anak-anak.

Yohana Tungga

Menikah Bukan Hanya untuk punya Anak tapi Memperbaiki Kualitas Hidup

Johanes Bambang Wijanarko (39) dan Lavita Nova Diana (34), dua sosok pendidik yang benar-benar dapat memberikan teladan iman bagi pembaca Harmoni yang saat ini juga tengah berharap kehadiran buah hati. Bahtera rumah tangga yang mereka bina hampir memasuki usia ke-7, namun mereka tidak kunjung mendapat karunia yang mereka idam-idamkan. Mereka tetap bertekun dalam pengharapan, sebab bercermin dari kisah Abraham dan Sara yang mempunyai putra di usia senja, maka bagi Bambang dan Nova tidak ada yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh Allah sendiri.

Hidup yang dijalani pasutri umat paroki St Yusuf Karangpilang ini mendapat respon yang beragam dari masyarakat sekitar mereka. Apalagi ketika mereka masih tinggal di luar pulau yang notabene adatnya masih begitu kental. Banyak orang yang mencibir, namun tak kurang yang mendukung dan mendoakan mereka. Untunglah keluarga tidak pernah berhenti memberikan support bagi mereka berdua. Beberapa rekan non-Kristiani menyarankan Bambang untuk mencari pendamping lain, namun atas keteguhan iman mereka, sama sekali tidak pernah terbersit hal itu dalam benaknya. Kesetiaan Bambang membuat Nova senantiasa berusaha mewujudkan keinginan mereka, sampai-sampai dia hampir saja tertipu ketika mencoba melakukan pengobatan alternatif.

Ketika memeriksakan diri ke dokter, ditemukan adanya suatu penyakit dalam rahim Nova, karenanya pada tahun 2006 yang lalu ia harus menjalani operasi. Walaupun hingga sekarang mereka belum mendapatkan keinginan mereka, pasangan yang berniat mengadopsi salah satu keluarganya ini mengatakan mereka tidak menjadikan pengalaman mereka sebagai beban. Mereka tetap menikmati kehidupan mereka berdua. Menurut mereka, pernikahan bukanlah semata-mata untuk mencari keturunan, melainkan untuk memperbaiki kualitas hidup kedua pasutri. (*)

Yohani Indrawati

Ketika Ilmu Pengetahuan Tak Memberi Jawaban


Jika kita pernah mendengar atau membaca kisah kanak-kanak Yesus yang diketemukan di bait suci oleh orang tuanya (Lukas 2:41-52), disana kita bisa mengetahui bahwa Bunda Maria menyimpan semua itu di dalam hatinya. Demikian juga yang dialami pasangan Galih Reksanto (29) dan Elisabet Dewi Retnosari (30) saat harus menghadapi kenyataan bahwa benih dalam rahim sang istri tak mampu didiagnosa oleh kecanggihan teknologi kedokteran.

Di awal pernikahan mereka, dua kali sudah Galih dan Elisabet harus merelakan kehilangan calon buah hati. Hal ini tentunya mendatangkan kekecewaan dalam hati mereka, namun tak menyurutkan langkah mereka untuk tetap berusaha. Apalagi dukungan dari keluarga dan para sahabat begitu besar. Dengan pengalaman itu justru mereka dapat saling menguatkan satu sama lain.

Memang dokter menyatakan bahwa ada sumbatan di saluran rahim Elisabet, namun secara hormonal mereka sehat. Hal inilah juga yang menguatkan harapan mereka. Pengobatan dari dokter pun mereka jalani, tapi tak kunjung menunjukkan hasil. Hingga suatu hari seorang rekan mereka menyarankan untuk mencoba pengobatan alternatif. Sang tabib mendiagnosa hal yang sama, dan melakukan terapi penyembuhan. Atas saran seorang romo, pasutri yang menikah tiga tahun lalu ini memutuskan untuk membeli sebuah rumah guna mengganti suasana.

Tak berapa lama, terapi yang mereka jalani membuahkan hasil. Seorang calon jabang bayi bertumbuh dalam rahim Elisabet. Agar pengalaman sebelumnya tidak terulang, mereka segera menemui dokter untuk memeriksakan dan meminta petunjuk gizi. Sayangnya, ketika dokter melakukan USG, si buah hati tidak dapat terlihat. Hal ini tentunya sangat mengejutkan mereka. Demikian pula saat beberapa waktu yang lalu mereka mencoba memeriksakannya kembali, tetap saja Dokter tidak dapat mendeteksi dan memberikan penjelasan, padahal kandungan Elisabet sudah cukup besar, bahkan anak dalam rahimnya telah memberikan tanda kehidupan.

Akhirnya umat paroki St Maria Anunntiatta Sidoarjo ini pun mengambil keputusan untuk menjaga calon putra mereka secara otodidak. Galih dan Elisabet rajin membaca literatur tentang cara-cara menjaga kandungan, serta rutin memeriksakannya pada tabib. Tak lupa mereka memasrahkan segalanya pada Tuhan yang empunya kehidupan sebab mereka tidak menemukan jawaban medis atas apa yang terjadi. (*)

Yohani Indrawati

Menjadi Inspirasi : Pasrah Dalam Pengharapan

Anak adalah buah cinta dari perkawinan. Kehadirannya tentu menjadi dambaan setiap pasutri, tak terkecuali bagi pasangan Theodorus Jamlean (47) dan Margaretta Tirana Hirupong (36). Pasutri yang genap 13 tahun usia perkawinan November tahun ini rupanya tidak pernah berhenti untuk selalu menanti dan berharap hadirnya sang buah hati.

Harmoni berkesempatan untuk berbincang di kediaman pasutri yang juga warga paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Kepanjen. Sekalipun tanpa didampingi suami tercinta yang notabene seorang pelaut asal Tual, Maluku Tenggara ini, Tirani tetap dengan antusias berbagi kisah. Ketegaran dan pasrah namun tetap optimis terpancar dari wajahnya tatkala bercerita tentang keinginan dan harapannya untuk memiliki anak. “Kami memang ingin sekali segera punya anak. Sepi memang kalau hanya sendiri, tapi semua dibuat enak dan dinikmati saja supaya nggak stress,” demikian Tirani yang masih aktif dalam kegiatan PDKK dan doa-doa lingkungan ini bersikap.

Cibiran, sindiran dan ungkapan tidak menyenangkan dari orang-orang di sekitarnya kerap menghujaninya. Namun, perempuan asal Sangir, Sulawesi Utara ini tetap santai menanggapinya. Baginya, yang terpenting adalah dukungan dari keluarga dan orang terdekat serta senantiasa menjaga komitmen perkawinan. Sekalipun terkadang cemas karena harus ditinggal berlayar selama beberapa bulan oleh suami, ia berusaha untuk tetap tegar. Ia yakin, kepercayaan adalah pondasi perkawinan.

Sempat terpikir dalam benak Tirani bahwa masalah kesehatan reproduksi ada pada dirinya. Hal ini cukup membuatnya resah akan kehidupan perkawinannya kelak. Namun, ia menjelaskan bahwa sang suami dengan bijak mampu membuatnya lebih tenang, serta meyakinkannya tentang prinsip-prinsip perkawinan yang harus tetap dipegang teguh seberapapun masalah yang dihadapi. Ungkapan ini didukung oleh hasil diagnosa beberapa dokter yang menyatakan bahwa keduanya sehat secara reproduksi.

Banyak cara sudah dilakukan, mulai dari pemeriksaan medis, pengobatan alternatif, rencana adopsi bahkan saran untuk menjalani proses bayi tabung. Namun, semuanya tak berjalan lancar. “Ada saja halangannya, jadi ya sekarang kami pasrah tapi kami tetap berusaha dan yakin. Semua sudah Tuhan atur, jadi kami percaya saja,” ujar Tirani yakin.

Ketegaran dan sikap pasrahnya ini rupanya mampu menjadi inspirasi bagi teman-teman dan kerabat yang mengalami kondisi serupa. “Teman-teman layar suami saya banyak juga yang seperti kami, justru kami bisa sharing bagaimana bisa tetap sabar dan pasrah. Saya bersyukur masih bisa berbagi,” urainya mengakhiri perbincangan. (*)

Agnes Lyta Isdiana

Kirim email


Nama
Alamat email
Subject
Pesan
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Klik Dapat Dollar

Menjadi member Paid To Click

Klik Dapat Dollar