Mupas dan Ardas, Bersejarah dan Menyejarah

Jika tak ada aral melintang yang sangat hebat, Keuskupan Surabaya akan menggelar Musyawarah Pastoral di penghujung November ini. Kegiatan ini dapat kita sebut bersejarah dengan menimbang sekurangnya tiga faktor berikut. Pertama, keterlibatan umat. Aktor utama kegiatan ini adalah umat biasa dan umat yang tergabung dalam kelompok kategorial tertentu. Sejak pertengahan tahun ini (Juli), segenap warga Keuskupan berkumpul dalam unit pastoral yang paling dekat-kecil yaitu Lingkungan, untuk berbagai pengalaman iman dan berdiskusi merumuskan kata kunci yang paling mewakili aspirasi umat Lingkungan. Untuk umat yang tergabung dalam kelompok kategorial juga berkumpul dalam kelompok terkecil di komunitas mereka masing-masing.

Keterlibatan umat ini berlangsung terus hingga dua jenjang berikutnya, yaitu, jenjang kedua (Agustus), di tingkat paroki atau di induk kelompok (untuk kategorial) dan jenjang ketiga (Oktober) di tingkat kevikepan atau di forum koordinasi keuskupan (untuk kategorial).

Masing-masing jenjang memasang target hasil yang harus dirumuskan. Sampai di jenjang ketiga akan dihasilkan 18 kata kunci, 36 bidang pastoral, 72 prioritas program dan 72 nilai-nilai hidup. Hasil ini seperti “belantara kata-kata” yang akan diramu menjadi sebuah frasa singkat-padat-jelas yang kita sebut Arah Dasar (Ardas) Keuskupan Surabaya 2009-2019.

Keterlibatan umat dalam pramupas ini menjadi istimewa dalam konteks iklim berpastoral di Keuskupan Surabaya. Semangat utama yang dihembuskan dalam dinamika kolosal-akbar ini adalah persekutuan umat.  

Faktor kedua untuk menjelaskan Mupas sebagai peristiwa bersejarah adalah pengejawantahan persekutuan. Persekutuan adalah visi kegembalaan yang ditawarkan sebagai pokok dalam kesadaran dan gerak bersama segenap warga gereja. Unsur persekutuan dalam kegiatan rohani pramupas ini adalah ajakan akan adanya keterbukaan hati dan kesatuan pikiran seluruh unsur umat. Persekutuan (communio) adalah hakikat dan jati-diri gereja yang perlu terus dimurnikan dan diterapkan dalam praktek hidup menggereja.

Faktor ketiga adalah Ardas itu sendiri. Ibarat tiang awan dalam kisah perjalanan bangsa Israel membangkang-keluar dari penindasan bangsa Mesir, Ardas sebagai roh gerakan, dapat diibaratkan sebagai tiang awan (yang di saat malam berubah menjadi tiang api untuk menuntun-memandu), yaitu kehendak Allah sendiri terhadap umat-umat pilihannya dan tuntunan Allah sendiri terhadap dinamika umatNya.

Ardas adalah hasil perasan sekaligus rangkuman dari jenjang satu hingga tiga. Ardas adalah kesatuan sekaligus sambungan dengan jenjang sebelumnya. Ardas harus mencerminkan “semangat asli” yang mulai muncul sejak pramupas jenjang pertama. Jika segalanya berjalan lancar, Ardas akan berisi sebuah kalimat cita-cita bersama, prioritas-prioritas program dalam 15 (lima belas) bidang pastoral dan nilai-hidup motivasional, masing-masing dengan alasan atau penjelasannya. Semuanya dikemas dalam satu alur bahasa yang jelas-terang.

Lalu, bagaimana Mupas dan Ardas dapat menyejarah? Jawaban atas pertanyaan ini sungguh sangat ditentukan oleh berbagai perencanaan dan pengelolaan program-program jangka pendek-menengah-panjang yang berwujud kegiatan-kegiatan kongkret. Perencanaan-pengelolaan program dan kegiatan itu (dalam hemat saya) ditopang oleh tiga pilar utama, yaitu kehendak baik, aspirasi umat dan kesetiaan pada tujuan.

Marilah kita menempatkan kehendak baik sebagai pilar pertama dengan mengingat berbagai potensi dan dinamika hidup menggereja yang dapat “membelokkan dan merendahkan” Ardas menjadi sekedar rumusan kata-kata tanpa jiwa-raga yang melayang-layang, utopis, eforia sesaat dan sulit dibumikan. Semuanya berawal dari pikiran dan kehendak. Begitu para bijak mengingatkan tentang hidup manusia. Jika pikiran dan kehendak sudah baik, dapatlah kita berharap segala gerak dan sepak terjang kita dalam menggeluti dan menghidupi Ardas ini akan berwujud pada performance yang baik pula.

Ardas bukanlah kehendak untuk menyeragamkan, menyetir atau menguasai melainkan kehendak untuk menggali seluruh potensi yang berserakan-bertebaran yang dimiliki warga Keuskupan Surabaya untuk dimaksimalkan menjadi reksa pastoral bersama dalam semangat persekutuan demi suatu tujuan luhur. Ardas juga berkehendak untuk memupuk benih-benih keterlibatan umat dalam hidup menggereja. Sekaligus menumbuhkan dan merawat benih itu agar umat Keuskupan Surabaya dapat menemukan jati dirinya sebagai warga gereja dan warga negara di tengah kehidupan dengan kompleksitas masalah.

Juga kita perlu terus-menerus mengingat bahwa pada awalnya Ardas adalah aspirasi umat. Di tengah perjalanan mungkin kita akan tergoda untuk berpikir bahwa Ardas tak lebih dari agenda yang sudah disusun dengan rapi oleh hirarki untuk kepentingan tertentu. Namun, jika kita sanggup mengingat dan menghargai seluruh proses akbar-massal-kolosal di mana segenap lapisan umat turut terlibat dalam merumuskan “bahan mentah” Ardas, tentu godaan pikiran semacam itu dapat lekas kita pinggirkan.

Pilar ketiga, kesetiaan pada tujuan, mensyaratkan konsistensi dan ketekunan dalam meniti jalan mencapai tujuan tanpa kenal lelah. Dalam prakteknya, harus ada pihak yang mengemban tanggung jawab sebagai pengawal agenda penting ini. Pihak yang dimaksud itu, dalam rangka pemberdayaan, penataan dan peningkatan kompetensi, adalah komisi-komisi Keuskupan (selanjutnya : komisi). Juga jangan dilupakan fungsi dan tugas Dewan Pastoral Keuskupan (DPK) Di lapangan, DPK dan komisi sebagai perangkat pastoral akan menjadi lini tengah yang mensupport, meramu, menjaga, mengatur dan mengelola agenda ini tetap dalam rel yang benar (on the right track).

DPK dan komisi akan senantiasa dituntut bersinergi dan menjalin relasi yang baik dengan umat/imam di paroki dan umat/imam kevikepan. Fungsinya sebagai lini tengah adalah mensuplai gagasan, wawasan, materi pembelajaran, bantuan teknis/non-teknis serta mendorong semangat pembaruan dan transformasi yang pertama-tama harus dimulai dari dirinya sendiri. Jika semua lini (depan-tengah-belakang) bekerja sesuai fungsi dan kapasitasnya masing-masing, maka agenda implementasi Ardas ini akan menjadi pola gerakan yang rapi, harmonis dan strategis.

Sebuah peristiwa bersejarah tidak akan menyejarah jika tidak ada yang mencatat, mendokumentasikan, mengawal, memurnikan dan dengan tekun melaksanakannya. Kitalah yang akan membuat Mupas dan Ardas, bersejarah dan menyejarah.

Yudhit Ciphardian


 

  

Tidak ada komentar:

Kirim email


Nama
Alamat email
Subject
Pesan
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Klik Dapat Dollar

Menjadi member Paid To Click

Klik Dapat Dollar