Mengolah Ketidakcocoka

Muda-mudi yang baru dalam masa berpacaran, bertunangan atau baru saja meresmikan perkawinannya akan mengalami bahwa suasana seluruhnya serba sedap, indah, bagus dan menyenangkan. Seperti matahari pagi hari, udara sejuk dan udara segar. Kalau bisa keadaan sejuk ini bisa berlangsung terus. Mungkinkah ?
24 Oktober 1999 silam roda kehidupan rumah tangga itu resmi berputar ketika Josua Swarnadwipa (35) menekan tombol sakramen perkawinan. Franciska Nani (38) adalah wanita pilihan yang dinikahinya.
Kini dua pasangan itu harus bergelut dengan dunia yang berbeda dari sebelumnya. Sebelum menikah masing-masing pribadi bisa menentukan keinginannya dengan seenaknya. Bisa merasakan yang indah, sedap dan serba cocok dengan selera. Namun keinginan yang serba sedap itu harus dikuburnya dalam-dalam

Usaha membangun keluarga mulai menemukan gejolak dan cobaan-cobaan. Josua dan istrinya harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Waktu dan pikiran dikerahkan demi berlangsungnya roda kehidupan. Meski harus menapaki jalan terjal, licin dan berkelok-kelok.
Dua tahun sesudah perkawinan suasana sudah mulai berubah. Mungkin sangat berubah seperti matahari di tengah siang bolong. Semua rasanya serba panas, menjemukan dan meletihkan, seolah-olah sinar matahari harus dimaki-maki.
Ditengah hadirnya sang buah hati kian menambah tanggung jawab yang harus dipikul. Utamanya dalam hal memenuhi kebutuhan untuk menghidupi dan ngopeni anak. Semua dirasakan Josua sebagai hal yang tetap harus diperjuangkan.
Sebagai seorang ayah, pria yang gemar bermain musik ini pernah mendapat cobaan yang pahit. Josua harus kehilangan pekerjaan setelah perusahaan yang menghidupinya mem-PHK dirinya. Pil pahit itu harus ditelan, meski sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya kehidupan keluarga.
Saat kena PHK Josua pun lantas tak berpangku tangan. Setengah tahun ia menganggur. “Untuk bisa bertahan hidup saya harus ngirit”, ujarnya sembari matanya menerawang mengingat kejadian masa lalunya. Bahkan pernah suatu kali ia dan istrinya harus makan buntil daun pepaya dioplos daun ketela yang diambil dari kebunnya. “Saking ngiritnya buntil itu saya makan selama empat hari”, tutur ayah dari Angela Dione (7) dan Maura Violin (4) ini.
Kebahagiaan keluarga yang sebenarnya tidak dirasakan hanya pada permulaannya tetapi juga kalau mereka sudah lama hidup bersama dan menempuh duka dan derita bersama. Itulah yang menyemangati hidup keluarga Josua.
Perbedaan pendapat dan ketidakcocokan dengan pasangannya juga menjadi persoalan yang harus cepat dicarikan solusinya. Diyakini Josua, bahwa keadaan panas dalam keluarga, yang disebabkan karena ada sedikit salah paham dan perbedaan pendapat, kadang-kadang normal juga dan tidak merugikan, asal harus ada rasa sikap terbuka.“ Hal yang saya pakai dalam merampungkan masalah perbedaan dan ketidakcocokan adalah mengalah” paparnya.
Kata pasword-nya adalah ‘mengalah’. Kata inilah yang diyakini Josua bisa mendapatkan solusi terbaik. Mengalah dalam arti untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar dan terbaik. Maka waktu dan pikiran dikorbankan untuk mencari jalan keluar terbaik supaya ketidakcocokan itu tidak memicu ketegangan. “Jadi ketegangan di dalam keluarga tidak usah dianggap sebagai sesuatu yang harus dibesar-besarkan. Dan keadaan ini pun lama-kelamaan akan berubah lagi”,imbuhnya.

Memprioritaskan anak

Semangatnya luar biasa! Itu tampak dari binar matanya. Saat bangun tidur jam 5 pagi ayah yang doyan humor ini harus memulai aktivitasnya. Dengan bahu membahu bersama istri ia turut menyiapkan segala kebutuhan anak untuk persiapan sekolah. Mulai dari sarapan pagi hingga mengantar sekolah “Setiap pagi saya harus mengantar sekolah kedua anak saya sebelum bekerja” ujar pria warga paroki Sakramen Maha Kudus Surabaya ini.
Sebagai orang tua muda yang memiliki banyak kesibukan tak menghalangi Josua untuk tetap konsisten dan fokus terhadap perhatian kedua anaknya. Bahkan ia berani berkorban waktu dan tenaga demi sang buah hati. Menyinggung soal banyaknya kegiatan gereja diluar pekerjaan yang banyak menyita waktu menurut mantan seminaris Garum ini sudah di manage terlebih dahulu.
Kegiatan gereja seperti menjadi organis di paroki, kelompok pelayanan musik P15, dan aktivis komisi kepemudaan keuskupan tetap dijalani dengan enteng tanpa merasa terbebani.“Saya harus bisa membagi waktu, mana untuk keluarga dan mana untuk kegiatan gereja”, papar Josua yang merasa senang saat makan bersama dengan keluarga ini
Membentuk situasi keluarga yang sehat adalah sangat mutlak untuk membentuk manusia yang sehat. Hal yang tak kalah pentingnya dalam pendidikan anak-anak adalah teladan orang tua. Orang tua harus sadar bahwa kehidupan mereka dijadikan cermin dan pola hidup bagi anak-anaknya.

Aloysius Surya

Tidak ada komentar:

Kirim email


Nama
Alamat email
Subject
Pesan
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Klik Dapat Dollar

Menjadi member Paid To Click

Klik Dapat Dollar