Beranda

Pembaca yang budiman, beberapa keluarga yang menjadi tamu kami di rubrik Serambi kali ini menaruh perhatian khusus pada masalah makanan dan menu harian keluarga. Bagi mereka, menjaga dan menjamin tersedianya makanan sehat adalah salah satu usaha untuk membangun keluarga sehat. Korelasinya jelas, asupan makanan sehat tiap hari akan menyumbang energi dalam menjalani hidup secara berkualitas.

Edisi ini secara khusus juga ingin membuktikan bahwa menu makanan sehat bagi keluarga tidak ada hubungannya dengan kemampuan ekonomi keluarga. Gampangnya, makanan sehat tidak selalu harus mahal. Selama ada kesadaran seluruh anggota keluarga, makanan sehat dapat tersedia setiap hari dengan biaya yang terjangkau. Dengan begitu, kita tidak hanya bersyukur atas anugerah kesehatan yang dilimpahkan Allah pada kita, melainkan juga turut menjaganya dengan kesadaran.

Dua profil sekaligus kami tampilkan agar cakrawala Anda kian luas. Satu diantaranya tentang restoran yang menyajikan menu-menu yang (pasti) sehat dan khas. Restoran-restoran ini tidak sekedar berbisnis tapi pemiliknya mendedikasikan hidup dan pengetahuannya untuk menyehatkan masyarakat. Profil kedua tentang sekelompok orang muda yang mengelola sebuah situs tentang makanan dan wisata kuliner. Di tengah merebaknya restoran-restoran fast food, situs yang mereka kelola memberi informasi tentang tempat-tempat makanan yang patut dikunjungi karena sehat dan terjangkau.Wawasan tentang makanan sehat kami persembahkan lewat wawancara dengan pakar pangan dan gizi berlatar belakang akademisi.

Demikianlah, menyajikan makanan sehat bagi keluarga tidak hanya menyumbang sumber energi, tapi juga menjaga kualitas hidup agar layak dijalani sebagai wujud syukur kepada Allah.

Selamat membaca, semoga menginspirasi. (*) Yudhit Ciphardian

Situs Wajib Pencinta Makanan

Jika Anda pencinta makanan dan akrab dengan internet, kunjungilah kanal/situs di alamat www.surabayafood.com, dijamin Anda akan dimanjakan oleh beragam info dan artikel yang tentang hobi makan Anda. Tentu saja juga akan membuat Anda ingin segera makan….

Surabaya Food dot com atau oleh pengelolanya disebut Sufo adalah kanal berisi informasi tempat makan dan komunitas kuliner di Surabaya. Tampilannya apik, sederhana dan memudahkan pengunjung untuk mencari info yang dibutuhkan. Anda yang benar-benar hobi makan, pasti betah “menyelam” berlama-lama di kanal yang dikelola oleh lima orang muda Katolik ini. Tidak hanya berisi ulasan tentang tempat makan enak di Surabaya, di kanal ini Anda bisa mencari makanan kegemaran Anda lengkap dengan peta tempat, harga dan menunya. Referensi tempat makan yang disajikan bukan hanya sekelas restoran mahal tapi juga warung-warung kaki lima yang sudah kondang. Sebuat saja misalnya warung Cak Mis di jalan Dinoyo atau soto ayam pak Djayus di jalan Manyar.

Sejak diluncurkan April tahun lalu, kanal ini rata-rata dikunjungi oleh 300-400 orang setiap hari. Anggota kanal ini tercatat mencapai 400 orang dari beragam latar belakang dan dari berbagai tempat. Ramainya pengunjung dan anggota kanal ini membuktikan kanal ini disambut baik oleh para pencinta makanan (food lovers). Kanal ini mungkin menjadi kanal makanan pertama di Surabaya. Di dalam kanal ini juga tersedia kamus istilah-istilah makanan yang bisa membuka cakrawala orang awam untuk mengenal luasnya dunia makanan. Meski belum dilaunching secara resmi, kanal ini sudah memikat hati ratusan food lovers di Indonesia.

“Awalnya adalah ide lepas dari seorang teman yang hobi makan dan gemar berburu tempat makan enak. Ide ini disambut oleh teman-teman lain. Setelah mematangkan ide, akhirnya kami punya team pendiri Sufo yang lengkap,” ujar Leonardus Christianto (25), salah seorang pendiri.

Team pendiri kanal ini terdiri atas lima orang. Chris adalah designer kanal ini. Ada juga Judith Angelina (32) bagian iklan, Jaya Utomo (26) sebagai programmer, Antonio Carlos (33) sebagai penulis utama dan Edward Lie (31) fotografer. Dengan keahlian masing-masing dan sembari melakoni pekerjaan utama, kelima orang ini membangun kanal yang punya motto “eating was never this fun”.

Tujuan utama kanal ini, menurut Chris, adalah membantu para pencinta makanan dan orang awam lainnya untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang makanan di Surabaya. “Inginnya Sufo bisa menjadi semacam ‘yellow pages’ terlengkap khusus makanan. Juga tempat berkumpulnya para food lovers se-Surabaya,” ujar Chris yang sehari-hari adalah dosen lepas di Universitas Surabaya.

Setelah berjalan enam bulan, team Sufo menjalin kerjasama dengan STPB (Surabaya Tourism Promotion Board atau Dewan Promosi Pariwisata Surabaya). Sufo dengan “makanan”nya bertemu dengan STPB dengan “pariwisata kota”nya akhirnya klop mendukung wisata kuliner dan komunitas food lovers.

Kerjasama dengan STPB tercipta setelah para pendiri Sufo merasa perlu membangun komunikasi dan jaringan dengan pihak-pihak yang memiliki data dan akses terhadap tempat-tempat wisata kota. Konsekuensinya, Sufo melebarkan sayap pada kegiatan-kegiatan yang bertema wisata kuliner. Singkatnya, sambil berwisata dalam kota juga berburu tempat makan enak. Acara terakhir mereka Agustus ini adalah wisata malam Surabaya atau “Night Heritage and Culinary Tour”. Semua member Sufo turut serta dalam wisata ini.

Bisnis bukan prioritas

Memberi informasi yang edukatif adalah tujuan utama kanal ini. “Bonus”nya adalah berbisnis lewat media internet. Selain memburu data tentang restoran dan warung kaki lima, Sufo juga menawarkan iklan bagi pengelola tempat makan. “Pemasang iklan mendapat porsi yang lebih lengkap di kanal ini. Mereka bisa menampilkan menu, foto makanan atau info lain yang dibutuhkan pengunjung. Itulah kelebihan untuk pemasang iklan,” ujar Judith sang marketing iklan. Sejauh ini, lanjut Judith, pengelola tempat makan cukup antusias dengan hadirnya Sufo. Mereka punya kesadaran untuk mengiklan bisnisnya di media internet. “Tapi ada juga yang menganggap beriklan di internet tidak menguntungkan. Mereka mungkin dari generasi yang belum melek internet,” ujar Judith lulusan University of Applied Sciences Osnabrveck Jerman jurusan teknologi pangan ini.

Bagaimanapun juga, kelima pendiri Sufo ini mengaku tidak berorientasi bisnis (profit oriented). Bagi mereka, memberikan informasi dan wawasan yang berguna bagi warga Surabaya sudah cukup memuaskan mereka. “Semua ini kami lakukan sebagai sumbangsih kami bagi Surabaya. Siapa tahu dengan kanal yang dikunjungi orang seluruh dunia ini, nama Surabaya menjadi terkenal,” ujar Chris yang sehari-hari adalah dosen lepas di Universitas Surabaya.

Kriteria makanan sehat

Saat ditanya tentang kriteria makanan sehat, Judith dengan lugas menjawab makanan sehat adalah makanan yang sesuai porsinya. “Seperti filosofi hidup, segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik. Begitu juga dengan makanan,” ujar Judith yang menghabiskan 4 tahun studi tentang teknologi pangan ini. Banyak salah kaprah tentang makanan di Indonesia, lanjut Judith, yang diciptakan oleh iklan dan industri makanan. Padahal, tubuh manusia punya mekanisme sendiri untuk menolak penyakit yang bersumber dari makanan. “Yang penting tidak berlebihan pada satu jenis makanan saja dan harus seimbang antara sayur dan buah,” pungkasnya.

 

Menjelajah kanal surabayafood.com memang mengasyikkan. Kita yang tahu sedikit tentang makanan akan terpuaskan dengan informasi, data, foto dan artikel-artikel yang ditampilkan. Anda pencinta makanan sehat dan penasaran dengan kanal ini? Segera kunjungi dan daftarkan diri Anda sebagai member. Makan sehat? Yuk mari… (*) Yudhit Ciphardian

Keluarga Harus Cerdas Menghidangkan Makanan Sehat

Kita mungkin banyak memperbincangkan modernitas pada wilayah ekonomi dan teknologi saja. Nyatanya, modernitas juga tentang makanan. Diakui atau tidak, makanan dan pola makan kita sudah sedemikan terjajahnya hingga kita meninggalkan pola makan dan makanan yang seharusnya lebih cocok dengan iklim kita.  Alasan kepraktisan dan cepat hidang, membuat kita semakin jauh dari pola makanan yang sehat dan bergizi.  

Kita sering lupa bahwa variasi makanan dalam keluarga sangat penting. Karena terlalu gandrung dengan makanan tertentu, kita mengabaikan suplai asupan zat lain dari aneka makanan yang lain. Slogan yang dari dulu kita kenal, “empat sehat lima sempurna”, adalah pola makanan yang sehat bagi keluarga. Hal ini terungkap dalam perbincangan Harmoni dengan Ir. Theresia Endang Widuri, Dekan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Berikut petikan wawancaranya.

Agar memperjelas dan meluruskan pandangan tentang makanan sehat, mungkin bisa dijelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan makanan sehat :

Makanan sehat menurut ilmu pangan adalah makanan yang menyediakan semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh agar hidup sehat. Misalnya saja protein, vitamin, lemak dan karbohidrat. Hidup sehat artinya bisa menjalankan aktivitas sehari-hari secara normal. Di Indonesia kita punya semboyan empat sehat lima sempurna. Slogan ini sudah sangat cocok dan memenuhi standar gizi dan makanan sehat.

Apakah bedanya makanan sehat dan  makanan bergizi ?

Sebetulnya sama, cuma kita sering mengatakan bahwa bergizi itu berhubungan dengan protein. Tidak salah juga, karena karena struktur tubuh tersusun atas protein dan kita membutuhkannya banyak sekali.  Akhirnya kita berpikir makanan bergizi itu yang mengadung protein seperti daging. Sebenarnya tidak cukup protein saja. Makanan bergizi juga harus menyediakan karbohidrat dan vitamin dari sumber nabati maupun hewani.

Apakah pola makan masyarakat kita sudah tergolong sehat ?

Ada kecenderungan masyarakat kita mengikuti pola makan orang Eropa dan Amerika. Maka tidak heran kalau masyarakat kita dekat dengan fast food dan sejenisnya. Ini yang harus dibetulkan. Pola makan yang sesuai dengan iklim Indonesia adalah 4 sehat 5 sempurna. Orang Eropa banyak mengkonsumsi lemak karena iklimnya memang menuntut  begitu. Misalnya di musim dingin mereka butuh makanan dengan kandungan lemak yang banyak agar mendapatkan pasokan energi yang cukup. Jadi, makanan barat sesungguhnya tidak cocok dengan kita, apalagi fast food.

Selain itu, kita sering berpikir seolah-olah makanan yang baik itu makanan barat. Ini memang sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya. Masyarakat kita sekarang sangat praktis dan serba instant. Ada juga anggapan bahwa makanan warung itu untuk kalangan menengah ke bawah. Padahal kandungan gizinya lebih baik dari makanan barat.

Sumber makanan sehat apa yang cocok dikonsumsi di Indonesia ?

Sumber makanan sehat sebenarnya selalu tersedia dan ada di sekitar kita. Sumber energi berupa nasi bisa diganti singkong atau sagu. Sumber protein seperti susu, telur, daging, ikan atau dari sumber nabati seperti kacang-kacangan. Sedangkan sumber vitamin dan mineral dari buah dan sayur. Untuk kandungan lemak tentu sumber hewani.

Semuanya sangat mudah didapatkan, baik yang sudah olah ataupun diracik sendiri. Nah, tinggal pintar-pintarnya kita mengolah dan dikreasi sesuai dengan kebutuhan keluarga.

Bagaimana dengan pola konsumsi yang sehat, khususnya bagi keluarga?

Yang sering kali kita lupakan bahkan jadi kekeliruan adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan  favorit saja.  Misalnya sayurnya kangkung melulu tiap hari atau sup melulu. Ini pola konsumsi yang keliru. Pola konsumsi yang sehat harusnya bervariasi. Makanan yang bervariasi penting karena, seperti contoh sayuran tadi, masing-masing sayuran punya komponen penting yang berbeda. Kangkung dan bayam punya kandungan zat yang berbeda.

Sebagai contoh, bila sayuran hari ini kurang zat besi, sedapat mungkin besok atau malamnya zat besi itu tersedia dari sayuran yang berbeda. Ini juga berlaku sama pada sumber hewani atau nabati lainnya.  Alasannya, bila tubuh kita kurang mendapatkan asupan zat tertentu yang terkandung hanya pada makanan tertentu, tubuh kita akan bereaksi negatif dan berdampak buruk bagi kesehatan.

Ada saran bagi keluarga soal pola konsumsi dan makanan yang sehat?

Makanan harus bervariasi dan memenuhi 4 sehat lima sempurna. Bagi keluarga muda harus cerdas menerapkan pola makan yang baik, kebiasaan makan yang baik bagi anak-anaknya. Orangtua yang sudah terbisa dengan jenis makanan tertentu, jangan serta-merta diturunkan ke anak-anaknya. Orangtua harus memberikan teladan dan contoh, agar anak berpola hidup sehat. Orangtua tidak boleh egois hanya menyajikan makanan favoritnya saja. (*) Oleh : Andre Yuris

 

Nama                    : Ir. Theresia Endang Widuri W.P

Panggilan             : Widuri

Jabatan                 : Dekan Fakultas Tekonologi Pangan, Unika WM Surabaya

Pendidikan         : S1 - Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, UGM

  S2 –Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, UGM 

Makanan Organik, Bahannya Pasti Sehat

Mungkin sudah tidak asing lagi kita mendengar istilah ‘back to nature’. Sebuah slogan sekaligus ajakan untuk kembali ke alam dan meninggalkan yang serba instan. Beberapa pasar modern sudah mulai menyediakan buah dan sayuran organik.

D’natural adalah satu-satunya restoran dan store di Surabaya yang menyediakan makanan organik. Makanan organik adalah makanan yang tidak mengandung bahan pengawet, bahan pewarna maupun bahan kimia lainnya.

Berangkat dari keprihatinan pribadi salah seorang dari pengelolanya akan sulitnya memperoleh makanan organik, Silvia (31) bersama dengan 2 kerabat lainnya bergabung dengan sebuah franchise dari Jakarta. Dua tahun berjalan, perempuan yang juga lulusan Tacni, Sydney, Australia jurusan teknologi pangan bersama dengan tim pengelola lainnya memutuskan untuk berdiri sendiri. Alhasil, nama Healthy Choice resmi berganti menjadi D’ Natural sejak Juli lalu.

 Silvia menjelaskan, “setelah buka (usaha restoran dan store makanan organik, red) saya baru sadar ternyata memang banyak orang yang juga membutuhkan makanan organik.”  Jenis bahan makanan yang dijual di sini sangat beragam, mulai dari sayuran, daging, susu olahan, termasuk  juga alat-alat yang digunakan untuk mengolah bahan baku tersebut. Bahannya dibuat secara khusus, yaitu stainless steel. Hal ini bertujuan agar unsur-unsur kimia dalam makanan yang diolah tidak sampai mengikis logam. Untuk restoran, d’natural menyediakan pula beragam menu, termasuk masakan Indonesia yang  disesuaikan dengan selera masyarakat. “Di sini kita juga ada pecel dan gado-gado, tapi bumbunya tidak menggunakan kacang tanah, melainkan kacang almon”, Silvia memberi contoh. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa penggantian bahan baku itu bertujuan untuk mengurangi bahan-bahan yang mengandung alfatoksin yang dapat meningkatkan reaksi alergi dalam tubuh.

Komitmen untuk menyajikan makanan yang benar-benar organic dibuktikan dengan pemilihan supplier dengan sangat selektif. Bahan-bahan yang dipasok harus terbebas dari segala bentuk zat kimia, baik sejenis pestisida, penyuntik hormon maupun zat-zat kimia lainnya, sehingga tidak jarang terjadi kelangkaan stok bahan baku karena gagal panen. Hal inilah yang menyebabkan harga makanan organic lebih mahal dibandingkan dengan makanan yang lain. Untuk daging ayam organic harganya bisa mencapai 2 kali lipat dari harga ayam potong biasa.

Bumidaya bahan baku makanan organic ini ada beberapa cara. Untuk memperoleh hasil pertanian dan perkebunan dapat dilakukan dengan menggunkan media hidroponik dan aeroponik. Tetapi D’natural lebih memilih hasil pertanian dan perkebunan dengan media tanah, itupun harus benar-benar organik. “Kita ingin benar-benar sesuai dengan konsep petani jaman dulu yang benar-benar menggunakan tanah, sebelum ada kemajuan teknologi seperti sekarang ini” jelasnya.

Lebih lanjut Silvia memberikan gambaran tentang makanan sehat. Pemiluhan bahan baku dan pengolahannya dapat menentukan kualitas makanan. Makanan yang sehat harus terhindar dari segala bentuk bahan kimia, selain itu pengolahannya pun harus tepat. Terkait dengan hal ini, D’ natural menghadirkan program khusus pada hari-hari tertentu. “Masyarakat perlu hal-hal yang bersifat edukasi. Karena itu, kami selalu membuat inovasi salah satunya dengan rutin mengadakan demo memasak setiap seminggu sekali, agara masyarakat juga paham bagaiman mengolah makanan dengan benar”. Pengetahuan yang disampaikan itu tidak terbatas pada makanan yang diolah saja, tetapi termasuk juga pemilihan alat-alat masak yang digunakan. Segala usaha dilakukan untuk meminimalkan segala bentuk kimia makro yang dapat masuk ke dalam tubuh.

Pada dasarnya, masyarakat sudah mulai sadar dengan pola hidup sehat, salah satunya dengan makanan yang dikonsumsi. Pada akhirnya Silvia berpesan bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulai pola hidup sehat. “Saya sendiri sudah menerapkannya, minimal 2 kali dalam seminggu saya mengkonsumsi makanan organik. Terbukti, tubuh saya jauh lebih fit.” Pola hidup sehat ini dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga. (*) Agnes Lyta Isdiana

 

Kalau Tidak ada Ikan Diganti Daging

Bagi pasutri Bonifasius Yudi S (33) dan Dwi Agung Kristiani (32), makanan sehat adalah yang mengandung gizi untuk pertumbuhan putra mereka. Salah satu menu wajibnya yaitu ikan, baik ikan air tawar maupun ikan air laut. Karena ikan laut sulit didapat, mereka lebih sering mengkonsumsi ikan air tawar, terutama gurami dan mujair. “Dengan makan ikan tiap hari, kebutuhan protein terpenuhi, anak kami bisa tambah cerdas,” ujar Boni.

Kebiasaan menjadikan ikan sebagai makanan wajib rupanya sudah menjadi tradisi turun-temurun dalam keluarga Boni. Tak jarang umat Paroki Santo Paulus Juanda ini mengisi akhir pekan dengan memancing bersama. Ikan yang mereka dapat sebagian langsung disantap, dan sisanya disimpan sebagai persediaan bahan makanan di rumah. “Refreshing sekaligus menikmati makanan sehat,” ujar Boni yang bekerja sehari-hari di sebuah industri makanan ringan ini. Biasanya, ikan hanya digoreng atau dibakar saja, namun jika ingin bentuk yang lain, variasi masakan ikan sepenuhnya diserahkan kepada sang istri.

Putra semata wayang mereka, Marcellinus Agung Satriyo (7), ternyata sangat gemar dengan lauk yang satu itu, sehingga tidak ada kesulitan bagi kedua orang tuanya dalam penyajian makanan sehat keluarga. Selain asupan gizi dari makanan, Marcellinus yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar ini juga terbiasa minum susu. Kebiasaan tersebut sudah ditanamkan oleh orang tuanya semenjak masih bayi. Dalam sehari ia bisa menghabiskan 5 gelas susu dan tidak pernah bosan menyantap ikan.

Saat lauk ikan tidak bisa mereka dapatkan, pasutri yang menikah 9 tahun silam ini memilih daging sapi atau ayam sebagai gantinya. Menurut mereka, kedua jenis lauk itu mempunyai kandungan protein yang cukup bagi tubuh. Yang pasti,mereka sangat mengutamakan pemenuhan gizi bagi tumbuh kembang sang buah hati. (*) Yohani Indrawati

Ikan Laut Pengganti Ayam

Anna Rosarini (44 tahun) tidak suka makan sayur dan buah sebelum menikah dengan Yohanes Joko Jatmiko Edi (49 tahun). Setelah menikah, permintaan untuk masak sayur dari sang suami yang sangat suka makan sayur lodeh ini lambat laun membuatnya mulai menyukai sayuran. “Awalnya agak aneh juga karena benar-benar tidak suka makan sayur, tapi karena ada 'pesan sponsor' dari Bapak terpaksa masak, terpaksa mencicipi, sehingga lama kelamaan jadi terbiasa dan ikut suka sayur,” tutur wanita yang hobi membaca ini.

Ibu dari Patricia Ave Maria (16 tahun) ini menerapkan pola makanan sehat bagi keluarga. Sejak lima tahun yang lalu, keluarga ini tidak makan ayam potong dan selalu makan ikan laut setiap hari. Kebiasaan ini muncul ketika sang suami mengalami hipertensi sehingga perlu menu pengganti yang mendukung diet hipertensinya. Menu rendah kolesterol dan rendah garam dipilih sebagai menu sehari-hari yang di-hidangkan di rumah. “Ikan laut mengandung asam lemak omega-3 yang banyak berperan dalam melindungi jantung. Selain mampu menurunkan kolesterol dalam darah, ikan laut juga mampu memperbaiki fungsi dinding pembuluh darah, dan menurunkan tekanan darah,” imbuh wanita yang bekerja di RSK St. Vincentius a Paulo ini menjelaskan.

Ditanya mengenai strategi yang diciptakan ketika beralih dari ayam potong menjadi ikan laut, wanita yang murah senyum ini menjelaskan tidak mengalami kesulitan dalam hal tersebut karena cara pengolahannya tetap sama hanya bahannya saja yang berbeda. “Bila kemarin menunya ayam bumbu rujak, hari ini saya ganti dengan ikan tengiri bumbu rujak, begitu terus bergantian, lama-kelamaan suami dan anak tidak terasa bila saya sudah tidak pernah masak ayam lagi,” tuturnya berbagi. Wanita yang suka makan nasi goreng ini juga menghindari makan ayam lantaran pernah melihat secara langsung di peternakan bagaimana ayam potong diperlakukan. “Saya melihat ayam diberi hormon agar cepat besar, saya berpikir ketika makan ayam berarti kita juga makan hormon yang telah diberikan ke tubuh ayam,” tutur wanita yang lebih memilih tempe dan tahu sebagai menu wajib ini menjelaskan.

Di tengah kesibukannya bekerja, komitmennya untuk selalu masak sendiri setiap hari patut diacungi jempol. Untuk alasan kesehatan juga, umat Paroki Yohanes Pemandi ini mengaku keluarganya jarang sekali jajan (makan,red.) makanan di luar rumah dan sangat menghindari makanan 'junk food' serta jajan makanan di tempat yang belum dikenal karena minimnya faktor kebersihan, tingginya penggunaan bahan penyedap dan pengawet, serta kualitas bahan yang masih perlu dipertanyakan.

Keluarga yang kompak tidak suka makan makanan pedas ini hanya makan daging sapi sebulan dua kali, itupun untuk memenuhi kebutuhan gizi Ave, putri semata wayang, yang sedang dalam masa pertumbuhan. Pasangan yang menikah tanggal 5 Mei 1991 ini selalu menerapkan pola makan makanan sehat berangkat dari kesadaran untuk selalu mengontrol diri sendiri. “Lebih baik mengurangi makan makanan yang mempengaruhi kesehatan tubuh kita daripada nanti malah tidak boleh sama sekali,” ungkapnya menutup perjumpaan kepada Harmoni. (*) M. Ch. Reza Kartika

Makin Vegetarian Makin Dekat dengan Tuhan

Beraneka ragam jenis tanaman menyambut Harmoni dengan hangat ketika tiba di rumah pasangan Suryadi Setjahyono (65 tahun) dan Susilawati (57 tahun). Rumah yang tampak asri itu memberi gambaran kecintaan pemiliknya terhadap kehidupan.

Bapak yang senang mempelajari berbagai macam ilmu agama ini mengungkapkan memilih untuk menjadi vegetarian karena ingin dekat dengan Tuhan, Sang Pemilik Kehidupan.

Sejak usia 25 tahun, Suryadi telah menjadi vegetarian murni. Ia tidak makan daging, susu, telur, dan bahan apapun yang mengandung unsur hewani. Alasannya sangat dalam, Ia ingin semakin mendekatkan diri dengan Tuhan. Sang istri yang telah menemani selama 36 tahun juga memiliki pola makan yang sama meski tidak murni menjadi vegetarian. Ibu yang murah senyum ini mengaku pola makannya berubah semenjak berpacaran dengan Suryadi.

“Waktu pacaran dulu, melihat pacarnya tidak makan kan tidak enak, jadi lama-lama mencoba makan makanan yang bisa sama-sama dimakan. Sekarang, saya makan apa yang saya sediakan bagi Bapak,” tutur wanita asli Cepu ini.

Suryadi mengungkapkan bahwa menjadi vegetarian memberi banyak keuntungan. Secara rohani, aliran darah yang bersih dan tidak mengandung unsur hewani akan membuat tubuh terbebas dari 'polusi'(baca: hawa nafsu), pikiran menjadi tenang, dan perasaan menjadi lebih peka. Secara jasmani, tubuh menjadi sehat karena makanan yang dikonsumsi tinggi serat dan bebas kolesterol.

Susilawati mengaku tidak mempunyai strategi khusus dalam memasak. Setiap masakan diolah seperti biasa tapi tanpa unsur hewani. “Kadang masak gulai tahu/tempe, rawon tahu/tempe, oseng-oseng jamur, bahannya saja yang diganti,” ujar umat paroki Salib Suci ini.

“Tidak perlu menunggu lama untuk mulai jadi vegetarian. Bila ingin mengenal Tuhan lebih dekat silahkan langsung dicoba dengan waktu sebentar kemudian baru ditambah secara bertahap,” demikian Suryadi menutup obrolan. (*) M. Ch. Reza Kartika

Di Tengah Kesibukan Sempatkan Masak

Menjadi wanita karir, tidak membuat Irene Justina Surjaningsih(43) mengesampingkan kebutuhan keluarga akan makanan sehat. Bersama sang suami, Yosafat Joko Suwito (43), ia berbagi tugas rumah tangga. Di tengah kesibukannya ia masih menyempatkan diri memasak untuk keluarganya. Agar dapat memenuhi tugasnya sebagai “koki”, biasanya Irene menyiapkan bahan masakan malam hari dan esoknya, pagi-pagi sekali, Ibu 2 anak ini sudah sibuk dengan kreasi masakannya.

Sebagai menu pagi, Irene kerap membuat makanan cepat saji seperti nasi goreng. Untuk lauk makan siang putra-putrinya, bisa dipastikan Ibu yang bekerja di sebuah rumah sakit terkemuka di Surabaya ini menyediakan menu sayuran sehat, sedangkan lauknya disesuaikan dengan selera anak-anak. Makanan favorit mereka sederhana saja, yaitu sayur asem dengan ikan pindang, tahu dan tempe goreng, serta sambal sebagai pelengkapnya.

Putri pertamanya, Ignasia Friska Amelia (13), dulu lebih suka mie instan. Kini Friska lebih suka makanan kreasi ibunya. Untunglah bagi pasutri yang menikah pada 4 Desember 1994 silam ini, hal serupa tidak berlaku pada anak kedua mereka, Georgius Bagas Wicaksono (10). Putra mereka ini sama sekali tidak keberatan menikmati apapun masakan sang ibu tercinta, dengan demikian orangtua bisa memastikan kecukupan asupan gizinya.

Irene juga berbagi tips kepada pembaca Harmoni. Menurutnya, alangkah baiknya jika kita membatasi konsumsi obat-obatan saat sakit untuk menghindari ketergantungan terhadap obat. Jika sakit, hal yang terpenting adalah memakan makanan sehat dan istirahat yang cukup.

“Kesembuhan sesungguhnya bisa didapat dengan memberikan sugesti positif pada diri kita,” pesan umat paroki Redemptor Mundi ini di akhir perbincangan. (*) Yohani Indrawati

Hidup Sehat Lahir dan Batin

Ceria, guyub dan penuh tawa. Kesan itulah yang nampak ketika berkunjung ke kediaman pasangan Radite Kuntoaji (24) dan Elisabeth Gunawan (25), warga paroki St. Yakobus Surabaya. Ditambah dengan kehadiran Rafael Bimo Kuntoaji (1), rumah mereka menjadi semakin hidup. Keluarga ini hanya menampilkan segala sesuatu dengan spontan dan apa adanya, termasuk dalam hal menerapkan pola hidup sehat.        

Tidak ada kebiasaan-kebiasaan tertentu yang harus dilakukan oleh keluarga ini. Demikian halnya dengan makanan, tidak ada yang khusus ataupun dihindari. Tapi mereka punya cara untuk mempertahankan pola hidup sehat. Elisabeth yang setiap hari menyiapkan makanan untuk keluarga memiliki peran penting dalam hal ini.  “Di sini tidak ada yang harus pantang makanan tertentu, semua kita makan. Tapi diimbangi, kalau hari ini makan daging besok pasti sayuran. Dan sesekali saja makan di luar”. Begitu cara Ibu muda ini menjaga keseimbangan pola makan keluarganya. Sebisa mungkin buah-buahan tersedia di rumah. 

Sekalipun bebas mengkonsumsi segala jenis makanan, sejauh ini mereka jarang sekali merasakan gangguan yang berarti pada tubuh. Suasana rumah yang menyenangkan mereka yakini sebagai penyeimbang hidup agar selalu sehat  secara lahir dan batin. (*) Agnes Lyta Isdiana

                 

 

Kembali Hidup Sehat dengan Nasi Jagung

Sejak 8 tahun terakhir, Stefanus Soedjari (50) umat paroki Kristus Raja ini rutin mengkonsumsi nasi jagung sebagai makanan pokok sehari-hari. Sakit diabet yang dideritanya membuat ayah 2 anak, Vincentius Indra Prasetya (30) dan Vincentia Tanti Puspitasari (25) ini harus mulai mengatur pola makan. Makanan yang mengandung beras dan gandum jelas menjadi pantangannya sekarang. Meskipun begitu, Soedjari masih nampak segar dan bugar.

Yuliana Indriati (40) sang istri, memiliki andil dan peran besar dalam kehidupan Soedjari sehari-hari, termasuk mendukungnya untuk kembali pada pola hidup sehat. Dialah yang setiap hari dengan telaten membuat nasi jagung untuk Soedjari. Pasangan ini hanya tinggal berdua di rumahnya. Satu anaknya telah menikah dan memiliki keluarga baru, dan seorang yang lain tinggal dan menetap di luar kota untuk bekerja. Kondisi ini yang membuat keduanya menjadi lebih peduli dan saling mendukung satu sama lain.

Kendati telah dinyatakan mengidap sakit tersebut, Soedjari, pria yang masih aktif dengan usaha bengkelnya ini, merasa masih perlu untuk memperbaiki pola hidupnya. Terbukti dengan usahanya untuk berhenti merokok, meskipun pada akhirnya hal ini yang menyebabkan munculnya diabet yang ia derita sekarang. Kebiasaan merokok ia gantikan dengan mengulum permen. Hal inilah yang justru menyebabkan kadar gula di dalam tubuh semakin meningkat. Namun, ia masih yakin tidak ada kata terlambat untuk kembali pada pola hidup sehat.

Untuk mendukung usaha ini, Yuliana sedikit banyak mengikuti pola makan suaminya. Sejauh ini, usaha Soedjari dengan dukungan sang istri cukup membuahkan hasil. Tidak banyak keluhan yang dirasakan akibat sakitnya itu. Sedikit banyak ia menitipkan pesan bagi keluarga-keluarga lain agar memulai untuk mengatur pola makan sebelum sakit. (*) M. Ch. Kartika

Lectio Divina


Tradisi Gereja Katolik mengenal apa yang disebut sebagai “lectio divina” untuk membantu kita umat beriman untuk sampai kepada persahabatan yang mendalam dengan Tuhan. Caranya ialah dengan mendengarkan Tuhan berbicara kepada kita melalui sabda-Nya. “Lectio” sendiri adalah kata Latin yang artinya “bacaan”. Maka “lectio divina” berarti bacaan ilahi atau bacaan rohani. Bacaan ilahi/ rohani ini terutama diperoleh dari Kitab Suci. Maka memang, lectio divina adalah cara berdoa dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci untuk mencapai persatuan dengan Tuhan Allah Tritunggal. Di samping itu, dengan berdoa sambil merenungkan Sabda-Nya, kita dapat semakin memahami dan meresapkan Sabda Tuhan dan misteri kasih Allah yang dinyatakan melalui Kristus Putera-Nya.

Melalui Lectio divina, kita diajak untuk membaca, merenungkan, mendengarkan, dan akhirnya berdoa ataupun menyanyikan pujian yang berdasarkan sabda Tuhan, di dalam hati kita. Penghayatan sabda Tuhan ini akan membawa kita kepada kesadaran akan kehadiran Allah yang membimbing kita dalam segala kegiatan kita sepanjang hari. Jika kita rajin dan tekun melaksanakannya, kita akan mengalami eratnya persahabatan kita dengan Allah. Suatu pengalaman yang begitu indah tak terlukiskan!

Empat hal dalam proses Lectio Divina

Meskipun terjemahan bebas dari kata lectio adalah bacaan, proses yang terjadi dalam Lectio divina bukan hanya sekedar membaca. Proses lectio divina ini menyangkut empat hal, yaitu: lectio, meditatio, oratio dan contemplatio.

1.LECTIO. Membaca di sini bukan sekedar membaca tulisan, melainkan juga membuka keseluruhan diri kita terhadap Sabda yang menyelamatkan. Kita membiarkan Kristus, Sang Sabda, untuk berbicara kepada kita, dan menguatkan kita, sebab maksud kita membaca bukan sekedar untuk pengetahuan tapi untuk perubahan dan perbaikan diri kita.

Maka saat kita sudah menentukan bacaan yang akan kita renungkan (misalnya bacaan Injil hari itu, atau bacaan dari Ibadat Harian), kita dapat membacanya dengan kesadaran bahwa ayat-ayat tersebut sungguh ditujukan oleh Tuhan kepada kita.

2. MEDITATIO yaitu pengulangan dari kata-kata ataupun frasa dari perikop yang kita baca, yang menarik perhatian kita. Ini bukan pelatihan pemikiran intelektual di mana kita menelaah teksnya, tetapi kita menyerahkan diri kita kepada pimpinan Allah, pada saat kita mengulangi dan merenungkan kata-kata atau frasa tersebut di dalam hati.

Dengan pengulangan itu, Sabda itu akan menembus batin kita sampai kita dapat menjadi satu dengan teks itu. Kita mengingatnya sebagai sapaan Allah kepada kita.

3. ORATIO. Doa adalah tanggapan hati kita terhadap sapaan Tuhan. Setelah dipenuhi oleh Sabda yang menyelamatkan, maka kita memberi tanggapan. Maka seperti kata St. Cyprian, “Melalui Kitab Suci, Tuhan berbicara kepada kita, dan melalui doa kita berbicara ke-pada Tuhan.” Maka dalam lectio divina ini, kita mengalami komunikasi dua arah, sebab kita berdoa dengan merenungkan Sabda-Nya, dan kemudian kita menanggapinya, baik dengan ungkapan syukur, jika kita menemukan pertolongan dan peneguhan; pertobatan, jika kita menemukan teguran; ataupun pujian kepada Tuhan, jika kita menemukan pernyataan kebaikan dan kebesaran-Nya.

4. CONTEMPLATIO. Saat kita dengan setia melakukan tahapan-tahapan ini, akan ada saatnya kita mengalami kedekatan dengan Allah, di mana kita berada dalam hadirat Allah yang memang selalu hadir dalam hidup kita.

Kesadaran kontemplatif akan kehadiran Allah yang tak terputus ini adalah sebuah karunia dari Tuhan. Ini bukan hasil dari usaha kita ataupun penghargaan atas usaha kita.

St. Teresa menggambarkan keadaan ini sebagai doa persatuan dengan Allah, di mana kita “memberikan diri kita secara total kepada Allah, menyerahkan sepenuhnya kehendak kita kepada kehendak-Nya.”

Keempat fase ini membuat kelengkapan lectio divina. Jika lectio diumpamakan sebagai fase perkenalan, maka meditatio adalah pertemanan, oratio persahabatan dan contemplatio sebagai persatuan.

Bagaimana caranya memulai Lectio Divina

1. Ambillah sikap doa. Mohonlah agar Tuhan sendiri memimpin dan mengubah hidup kita melalui bacaan Kitab Suci hari itu.

2. Mohonlah kepada Roh Kudus untuk membantu kita memahami perikop itu dengan pengertian yang benar.

3. Bacalah perikop Kitab Suci tersebut perlahan dan seksama, jika mungkin ulangi sampai beberapa kali.

4. Renungkan perikop itu untuk beberapa menit.

5. Tutuplah doa dengan satu atau lebih keputusan praktis yang akan kita lakukan dalam hidup selanjutnya. (*)

(disadur dan disunting seperlunya dari katolisitas.org)

Mangkat

Semua yang indah dan pantas dikenang selalu muncul meluap-luap di saat orang sudah mangkat. Tidak ada seorangpun yang dikenang keburukannya.

Stephen Covey, penulis buku kondang Seven Habits mengatakan, yang pertama kali perlu dan penting untuk dirumuskan adalah, “apa yang ingin Anda dengar dari orang-orang terdekat Anda saat Anda terbaring di peti mati? Hiduplah dan bekerjalah demi kata-kata yang ingin Anda dengar itu”. Dari tujuh kebiasaan efektif yang dirumuskan Covey, urutan kedua perlu dicamkan : “mulailah dari akhir”.

Apapun tujuan Anda dalam hidup, mulailah dari tujuan itu. Dedikasikan seumur hidup Anda untuk mencapai tujuan itu. Jika tujuan Anda adalah menjadi orangtua yang baik, kerahkan seluruh energi demi mencapainya.

Setidaknya ada empat nama besar yang mati belakangan ini. Anda pasti sudah kenal dengan mereka semua : Michael Jackson, Corazon Aquino, WS Rendra dan Mbah Surip. Keempatnya menjadi besar karena semasa hidup mereka mengerjakan hal-hal kecil dengan setia. Memang ada karya besar yang mereka perbuat atau mereka ciptakan, tapi itu semua dihasilkan dari latihan terus-menerus dan ketekunan luar biasa.

Keempat nama besar ini membangun “kerajaan yang memegahkan” namanya sejak muda belia. Mereka sesungguhnya tidak pernah mati. Jasadnya memang sudah dikuburkan, tapi apa yang mereka perbuat atau mereka ciptakan selalu hidup.

***

Mangkat dalam bahasa Jawa juga berarti “berangkat”. Kita orang Katolik percaya pada “kebangkitan badan dan kehidupan kekal” seperti sering kita bisikkan dalam syahadat.

Kematian adalah awal baru dari kehidupan kekal. Berangkat ke kehidupan lain untuk mengemban tugas baru atau melanjutkan tugas lama.

Apakah kematian akan menunggu sampai kita siap? Ataukah kematian akan menunda waktu sampai kita berkemas dan menunggu dengan wajah manis di ujung jalan? Tidak.

Orang-orang bijak mengatakan, hal remeh-temeh yang kita lakukan hari ini akan berbuah di masa depan. Demikian sebaliknya, apa yang terjadi pada diri kita hari ini adalah buah dari hal remeh-temeh yang kita lakukan di masa lalu.

Maka, persis pada saat kita menyatakan diri bergabung dengan karya keselamatan Allah lewat pembaptisan dan pengakuan dosa, kita semua sudah siap untuk mangkat.

Jika hal-hal baik sudah kita siapkan seumur hidup, maka kematian menjadi sesederhana seperti sebuah terminal tempat perhentian sementara. Setelah “urusan di terminal” yaitu pertanggungjawaban hidup kita sudah selesai, “terminal” berikutnya menunggu karya kita selanjutnya.

Dengan begitu benarlah kata-kata ini ;  manusia mati meninggalkan teladan, amal dan bakti.

Kirim email


Nama
Alamat email
Subject
Pesan
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Klik Dapat Dollar

Menjadi member Paid To Click

Klik Dapat Dollar