Urban


Mengapa setiap selesai Lebaran orang desa berbondong-bondong ke kota? Yang sudah mendapat pekerjaan mapan di kota, pulang ke desa untuk mengajak dua-tiga orang kerabatnya datang ke kota. Mengapa pula orang-orang muda dari desa yang kuliah di kota-kota besar enggan kembali ke desa setelah lulus? Mengapa “semangat merantau” yang dulu berkobar-kobar di dada mereka, tidak cukup kuat mengubah orientasi hidup mereka untuk membangun desa? Pertanyaan-pertanyaan ini menggelisahkan saya setiap tahun.

Jawabannya mungkin sudah kita ketahui bersama-sama; industrialisasi dan gaya hidup. Dua hal itulah yang tiap tahun menguras orang-orang desa dan membuat kota semakin sesak. Yang saya maksud dengan industrialisasi adalah peluang kerja, peluang berusaha, peluang berelasi dan peluang permodalan serta perputaran uang yang dinamis. Lalu yang saya maksud dengan gaya hidup adalah kesempatan menikmati hidup yang modern, nyaman, berbudaya, lebih terorganisir dan terjadwal.

Tapi –dan inilah yang menjadi pokok pikiran tulisan pendek ini– industrialisasi dan gaya hidup adalah ciptaan manusia.  Penciptanya dapat kita sebut urban founders (pendiri kota). Mereka dapat kita kenali dalam tiga golongan besar; pengusaha kelas menengah, pejabat pemerintah lokal dan pemilik perusahaan raksasa.

Sayang sekali, watak urban founders di semua kota besar di Indonesia nyaris sama. Pengusaha kelas menengah terus menumpuk modal dan kekayaan. Pejabat pemerintah tidak profesional dan korup. Konglomeratnya terus ingin berekspansi dan “menjajah” tempat-tempat baru.

Perpaduan ketiga watak itu membuat urbanisasi menjadi ritual tahunan yang merepotkan banyak orang. Selama “gula” yang dihidangkan tidak pernah dipindah dari tempatnya, “semut” akan terus berdatangan.

Kota sudah habis. Saatnya memikirkan desa.  

Yudhit Ciphardian

Tidak ada komentar:

Kirim email


Nama
Alamat email
Subject
Pesan
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Klik Dapat Dollar

Menjadi member Paid To Click

Klik Dapat Dollar