Cita-cita Jadi Pastor Diteruskan Anaknya

Dalam perjalanan hidup sebuah keluarga sering kita jumpai kisah-kisah unik maupun istimewa. Kisah tersebut kadang memberikan kesan yang mengharukan namun juga sebaliknya dapat menjadi suatu kebanggaan dalam keluarga. Momen itulah yang akan selalu dikenang sepanjang usia.
Berawal dari seminari Mataloko tepatnya di Bajawa Flores NTT, Yustus I Ketut Sudjana (61) anak keempat dari enam bersaudara ini mulai mempersiapkan diri untuk menjadi seorang Pastor. Ketut (sapaan akrabnya) mempunyai cita-cita luhur untuk turut ambil bagian dalam karya dan tugas pelayanan di gereja dengan menjadi pastor.
Keinginan mulia itulah yang membuat pria kelahiran Bali 1 Januari 1948 ini rela meninggalkan sanak saudaranya. Dengan kecakapannya ia mampu menjadi salah satu murid terbaik di seminari Mataloko pada tahun 1964. Namun harapan yang begitu besar harus ia relakan hangus terbakar ketika mengetahui bahwa kondisi ekonomi keluarga sudah tidak memungkinkan untuk membiayai studinya. Perasaan kecewa yang sangat luar biasa dialami oleh anak seorang petani ini. “Saya sangat kecewa sekali, tapi saya serahkan semuanya pada Tuhan dan mungkin ini bukan jalan saya,” ucapnya dengan pasrah.
Namun kegagalan itu tidak membuat ciut hati pria bertampang kalem ini. Setelah angkat kaki dari seminari Mataloko, pria yang pandai bermain organ ini kembali ke kampung halamannya di desa Canggu Denpasar Bali dan bergabung menjadi marinir pada tahun 1966. Saat itu Indonesia berada dalam cengkraman teror peristiwa Gerakan 30 September.
Ketut mulai mengawali kehidupan barunya dengan perasaan yang sangat berat dan seperti terbebani. Ini merupakan pukulan yang telak bagi dirinya dimana seorang mantan seminaris yang belajar tentang cinta kasih, harus bergelut dengan dunia militer yang sadis dan kejam dimana orang hanya dihadapkan pada dua pilihan antara membunuh atau dibunuh.
“Sangat berlawanan dengan hati nurani saya, saya harus berperang dan membunuh orang, saya tidak tahu apakah yang saya lakukan ini dosa?” ungkapnya. Diakuinya sendiri bahwa mengemban tugas sebagai seorang tentara pada masa itu sangatlah berat. “Seragam selalu sobek, tidak pernah utuh. Belum lagi harus selalu siap tempur 24 jam,” kenangnya sambil menunjukkan bekas luka goresan di kedua tangannya karena terlalu sering merangkak dan bergulung-gulung di tanah saat perang. Saking frustasinya sampai-sampai muncul pemikiran dalam benaknya untuk kembali melanjutkan studi di seminari. “Kalau ingat waktu itu rasanya ingin sekali kembali masuk seminari,” tuturnya.
Di awal 1970-an, Ketut memulai awal kehidupan berumah tangga dengan menikahi wanita pilihannya Ni Ketut Priska Pura (61) tepatnya pada 17 Januari di Denpasar Bali. Saat itupun pria yang sempat tergabung dalam pasukan Garuda VIII ini masih sibuk dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai tentara. Ketut harus rela meninggalkan istri yang sedang mengandung. “Saat bertugas saya terima kabar kalau istri saya sudah mengandung atau hamil,” tuturnya dengan logat khas Bali.
Ayah dari lima orang anak ini merasakan kebahagiaan ketika anak ke duanya, Agustinus I Made Adiprasetyo (36) ditahbiskan menjadi Diakon pada 5 Februari 2008 silam. Ketut tidak pernah menduga bahwa putra keduanya itu menyimpan keinginan untuk menjadi seorang pastor, sama seperti dirinya.
Agustinus I Made adalah seorang anak yang istimewa. Ia telah menampakkan kecerdasannya sejak duduk di bangku SD. Ketika hendak melanjutkan ke bangku SMP, kepala sekolah sempat menyarankan pada Ketut agar menyekolahkan anaknya di Surabaya, untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Namun Agustinus memiliki keinginan yang kuat untuk merintis pendidikan menjadi pastor. Akhirnya, ia menempuh pendidikan di sekolah Katolik berasrama di Denpasar, Bali. Setelah tamat SMP, Agustinus melanjutkan pendidikan di Seminari Menengah Garum, Blitar. Usai menamatkan studi di Garum tahun 1991, ia menempuh masa pranovis di Kalimantan selama satu tahun.
Agustinus memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi seorang pastor lantaran ingin mengabdi bagi sesama. Ia ingin memberikan hidupnya untuk menyayangi umat. “Saya bangga sekali mengetahui anak saya sudah ditahbiskan menjadi diakon. Semoga putra saya bisa menjadi pastor yang suci,” ungkap Ketut dengan mata berkaca-kaca. Ia bangga karena putranya selangkah lagi akan mewujudkan harapannya yang tidak tercapai untuk menjadi seorang pastor. Ketut yang saat ini bertugas sebagai satpam di gereja Kristus Raja Surabaya ini merasa cita-citanya yang terkubur sudah digantikan oleh putranya.

Yonathan Beda Turra

Tidak ada komentar:

Kirim email


Nama
Alamat email
Subject
Pesan
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Klik Dapat Dollar

Menjadi member Paid To Click

Klik Dapat Dollar