Menapaki Keberhasilan Lewat Kemandirian

Maria Yustina (62) adalah single mom yang berhasil menguliahkan puterinya sampai lulus sarjana meski sudah ditinggal suami Petrus Faber Herminto empat tahun lalu. 2 November 2003 Petrus Faber meninggal karena penyakit diabet akut. Sejak saat itu segala urusan keluarga harus diselesaikan sendiri oleh Maria. Beruntung ia masih memiliki toko kelontong dan uang hasil pensiunan yang bisa menopang ekonomi keluarga.
Tapi keberhasilan ini tidak diraih dalam waktu singkat. Sedari kecil wanita kelahiran Malang, 27 Juli 1945 ini sudah terbiasa hidup mandiri karena menjadi yatim piatu sejak kecil dan hidup bersama kerabatnya. Saat SMP, Maria tinggal di asrama dan semakin mandiri. Selepas SMP, Maria hijrah ke Surabaya dan bekerja di RKZ lalu pindah ke RS Darmo. Di sinilah Maria bertemu dengan Petrus dan memutuskan menikah di Yogjakarta pada 30 April 1968. Pada waktu menikah, Maria masih berusia 20 tahun dan Petrus berusia 22 tahun.
Setelah menikah Maria keluar dari pekerjaan dan menjalani hidup sebagai ibu rumah tangga. Sejak saat itu ekonomi keluarga sepenuhnya ditopang oleh Petrus yang waktu itu bekerja sebagai kelasi angkatan laut. “Bapak meminta saya berhenti dari pekerjaan karena harus mengurus keluarga”, ujar Maria.
Lima tahun setelah menikah, tepatnya 21 September 1973, Maria melahirkan anak pertama yang diberi nama Agustinus Hermawan dan anak kedua Christina Hermawati lahir pada 23 Maret 1986.
Penggalan kisah yang paling dikenang oleh Maria adalah ketika menyaksikan suaminya harus operasi batu ginjal, karena mengidap diabet yang terlalu lama. “Saya tidak tega melihat suami saya dan ketika rumah sakit mengabari bahwa bapak telah meninggal kami langsung berangkat ke Jogjakarta untuk doa keluarga dan pemakaman,” kenang Maria. Kini jalan keberhasilan sedang ditapaki dan Maria terus mengajarkan kemandirian kepada anak-anaknya sebagaimana dia menjalaninya sebagai single mom. (Hanny)



Komunikasi Penting Untuk Keluarga

Di usia persis setengah abad, Lusiana masih bersemangat melanjutkan hidup. Hal ini ia lakukan demi dirinya dan ketiga anaknya. Semenjak suaminya Freddy Setiono berpulang karena sakit, Lusiana harus melanjutkan hidup dengan ketiga puteranya David Setiono (24), Robert Setiono (18) dan Benny Setiono (13).
Lusiana menikah dengan Freddy pada 5 September 1977. Waktu itu Freddy masih bekerja di pabrik korek api. “Dulu kantornya di jalan Bungkaran dan saya adalah tetangganya,” kenang Lusiana yang asli Surabaya ini.
Sepeninggal Freddy, diakui oleh Lusiana, bahwa relasi dengan lingkungan sekitar semakin baik. Perekonomian keluarga yang sempat drop berhasil diatasi dengan cara membuka toko kelontong di depan rumah. “Tetangga juga ramah, sudah seperti keluarga sendiri”.
Baginya cerita paling menyedihkan adalah ketika ia mengandung anak ketiga dan suaminya meninggal. “Waktu itu usia kehamilan saya 8 bulan. Saya membayangkan bagaimana anak ini bisa mengenal ayahnya sedangkan berjumpa saja tidak,” ujarnya lagi. Keluarga yang tinggal di jalan Jagir Sidomukti 5 ini selalu melibatkan ketiga puteranya untuk ikut terlibat dalam pengambilan keputusan yang ada hubungannya dengan kehidupan keluarga mereka. “Komunikasi itu penting apalagi ini keputusan keluarga,” ujar alumnus SMA YPPI 2 Surabaya ini.
Lusiana yang kelahiran 5 Juli 1957 juga aktif dalam kegiatan lingkungan di wilayah Andreas paroki Yohanes Pemandi. Tak jarang Lusiana mengajak kedua puteranya Robert dan Benny untuk ikut hadir dalam doa lingkungan, retret, novena, dan kegiatan lingkungan lainnya. “Sebagai single mom, kita harus tabah dan selalu mengikuti perkembangan anak-anak kita,” tegasnya menutup bincang-bincang.
 

Tidak ada komentar:

Kirim email


Nama
Alamat email
Subject
Pesan
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Klik Dapat Dollar

Menjadi member Paid To Click

Klik Dapat Dollar