Pasrah dalam Pengharapan

Delapan tahun menjalani hidup sebagai seorang single mom bukanlah hal yang mudah bagi Theresa Kencanawati (53), umat paroki Kristus Raja. Perjuangan gigih dilakukan semata-mata hanya demi kelangsungan hidup bersama tiga anaknya, Frida Jenny Sugiarto (22) karyawati swasta, Yustinus Jerry Sugiarto (20) mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta dan David Jimmy Sugiarto (15) pelajar kelas 3 di salah satu SMP Katolik.
Hal ini nampak terutama pada masa-masa awal sepeninggal suami tercinta Fransiscus Sarjono Sugiarto pada usia 47 tahun. Sebelumnya, penghasilan sebagai penyedia jasa pembuatan surat-surat kendaraan bermotor ini mampu menopang kebutuhan keluarga secara finansial. Kehilangan sosok kepala keluarga memunculkan pergulatan batin yang mendalam baginya. Rasa kehilangan dan tidak berdaya seakan meliputinya kala itu. Namun, suatu keyakinan dan kepasrahan akan kehendak Tuhan membuat beliau mampu untuk bangkit dan memandang ke depan.
“Waktu itu kalau nggak kerja kita mau makan apa. Tapi kalau kerja pun nggak bisa konsen karena memikirkan anak-anak,” kenangnya. Keputusan untuk berhenti dari pekerjaan sebagai penjahitpun diambil. Sempat pindah haluan dengan berjualan makanan di kantin sekolah namun tidak bertahan lama.
Akhirnya perempuan yang masih segar di usia senja ini kembali pada aktivitas menjahit di rumah dengan peralatan seadanya. Dengan aktivitas tersebut, beliau justru merasa semakin banyak waktu untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Terbukti, beliau tidak pernah absen pada acara-acara doa, baik di Gereja maupun di lingkungannya. Dukungan dari kerabat terdekat dengan disertai doa dan kepasrahan, mampu mengahantarkan beliau dan anak-anak pada suatu kehidupan yang lebih baik. (Lyta)




Tiga Bulan Mogok ke Gereja

Wajahnya yang tegar menegaskan bahwa beliau adalah seorang ibu yang sangat disiplin mendidik anaknya, itulah kesan pertama bila kita bertemu dengan Zyta Dewi Dany. “Awalnya memang berat, tetapi bila kita yakin akan iman kita pada Yesus maka semua akan baik-baik saja” ucapnya mengawali obrolan.
Kisah perjuangannya menjadi single mom dimulai ketika Tuhan memanggil Ismono Sarwo Santoso, suaminya, pada Agustus 1992, saat kandungannya baru memasuki dua bulan. Sejak saat itu Ibu Zyta harus merawat dan membesarkan anaknya seorang diri. Saat pertama kali ditinggal oleh suami yang dinikahinya pada tahun 1989 itu, Ibu Zyta sempat merasa bahwa Tuhan tidak adil padanya. Pasalnya, setahun sebelum suami meninggal, ia keguguran dan kehilangan anak pertamanya. Dengan jujur Ibu Zyta mengaku sempat tiga bulan tidak menginjakkan kaki di gereja. Dua orang yang dicintainya meninggalkan dia dalam waktu yang berdekatan.
Ibu Zyta melanjutkan ceritanya, “waktu kandungan saya berjalan delapan bulan, perusahaan tempat saya bekerja harus ditutup. Saya limbung. Suami baru meninggal, persalinan kurang sebulan lagi, tiba-tiba kehilangan pekerjaan. Namun puji Tuhan beberapa bulan kemudian saya kembali mendapatkan pekerjaan di perusahaan yang lain.”
14 tahun ia merawat anaknya Antonio Ishiardi Santoso sendirian. Ibu Zyta tetap berpegang pada imannya, beliau yakin bahwa Oni (panggilan anaknya) adalah warisan paling berharga dari suaminya, yang harus dia jaga dengan penuh cinta. Alumnus IKIP Negeri (sekarang Unesa) ini berharap anaknya menjadi orang yang sukses dan tetap berpegang teguh pada ajaran Katolik.
Bagi Oni ibunya adalah ibu yang baik. “Ibu itu baik banget. Terimakasih ya mama, udah ngerawat Oni sampai sebesar ini,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Tidak ada komentar:

Kirim email


Nama
Alamat email
Subject
Pesan
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Klik Dapat Dollar

Menjadi member Paid To Click

Klik Dapat Dollar