Beda Itu Seni

“Ada kebiasaan masyarakat Dayak apabila seseorang setelah selesai makan bisa langsung berdiri tanpa menunggu yang lainnya selesai dan itu dianggap wajar-wajar saja, berbeda dengan kebiasaan masyarakat Jawa yang justru sebaliknya. Apabila semua belum selesai makan kurang sopan jika yang sudah selesai makan langsung berdiri atau meninggalkan meja makan”. Salah satu penggalan perbedaan adat dan kebiasaan inilah yang menghiasi lika liku perjalanan pasangan Florensius Pambong (42) dan Bernadette S Rini Darsiani (41). Adat dan kebiasaan Dayak yang melekat pada Florensius tentu saja tidak mudah untuk disesuaikan dengan adat dan kebiasaan Jawa yang melekat pada Bernadette.
Berawal dari hubungan persahabatan yang terjalin pada masa kuliah disalah satu sekolah tinggi ilmu agama di Yogya, pasangan ini kemudian mulai menjalani masa pacaran mereka yang dilakoni selama lima tahun. “Saya merasa seperti tidak pacaran, padahal kita pacaran” tutur Bernadette. Ini lantaran kebiasaan Florensius yang menganggap tabu apabila jalan bergandengan atau berduaan dengan seorang wanita apalagi di muka umum. Bernadette merasa Florensius tidak pernah memberikan perhatiaan dan perlindungan pada dirinya. Meski mereka sempat putus selama kurang lebih setengah tahun namun pada akhirnya hubungan terjalin kembali.
Kejadian unikpun terjadi pada saat Florensius ingin melamar Bernadette. Lantaran orang tua dan kerabatnya tidak bisa hadir pria yang merupakan salah satu tenaga pengajar di SMUK StanisLaus ini meminta Romo Gabriel seorang Misionaris Pasionis yang bertugas di Kalimantan dan pada saat itu kebetulan berada di Malang untuk menjadi orang tua wali untuk melamar. Bagi masyarakat Jawa, orang tua dari pihak laki-laki sendirilah yang harus datang dan melamar calon istrinya, namun apa boleh buat tekad Florensius sudah bulat. “Mungkin karena yang melamar saya waktu itu Romo, orang tua saya mau menerima” canda Bernadette.
Pada saat pemberkatan nikah yang berlangsung di Paroki St Marinus Yohanes, 3 Juli 1994 mereka sepakat untuk menggunakan pakaian adat Jawa namun lagu-lagu yang dinyanyikan dan suasana pernikahan serba Dayak. “kalau mengingat waktu nikah dulu memang terasa aneh tapi itu memang keinginan kami sendiri” kenang Bernadette dan Florensius.
Meski memiliki latar belakang adat yang berbeda kedua pasangan ini berhasil meramunya jadi keluarga yang harmonis dan bahagia. Bagi mereka perbedaan itu bukan untuk dihilangkan namun itu merupakan seni kehidupan. Tapi dalam hal mendidik anak semata wayang mereka Gabriel Antonius Rensa Putra (10) pasangan guru ini sepakat bahwa anak harus diajarkan untuk mandiri, bertanggung jawab dan sopan terhadap siapapun.
Yonathan Beda T.

Tidak ada komentar:

Kirim email


Nama
Alamat email
Subject
Pesan
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Klik Dapat Dollar

Menjadi member Paid To Click

Klik Dapat Dollar