Tema edisi bulan ini menghadirkan ulasan tentang rumah atau hunian yang diimpikan keluarga. Rumah maknanya telah bergeser dari hanya sekedar tempat berlindung (house) menjadi tempat bernaung (home).
Bernaung tidak hanya menyatakan tempat tetapi lebih dari itu adalah situasi yang nyaman dan layak bagi semua orang yang menempatinya. Nyaman untuk melepaskan lelah, beristirahat dan layak bagi pertumbuhan, pekembangan dan kebahagiaan keluarga.
Rumah ideal tentu berbeda bagi setiap keluarga. Rumah yang nyaman dan layak mungkin istilah yang pas.
Rumah yang layak dari sudut pandang pemukiman dan tata kota disajikan dari hasil wawancara khusus dengan Johan Silas (73) di kantornya, Laboratorium Pemukiman Fakultas Arsitektur ITS .
Surabaya penuh dengan pilihan bagi orang yang mau menetap, pilihan yang mungkin tidak ada di kota lain. Salah satunya adalah Surabaya tetap menjaga keberadaan kampung. Di perkampungan kita memiliki berbagai pilihan berbagai jenis rumah sesuai dengan kebutu- han, dengan segala kemungkinan mulai dari mondok, menyewa bahkan membeli. Jadi tidak meng-herankan bila kampung ada di setiap sudut kota, contoh sering kita lihat adalah setiap kampus dan bahkan mall yang paling mewah sekalipun di sekitarnya selalu ada kampung. Ini menunjukan banyaknya peluang untuk memperoleh tempat tinggal. Selain itu di Surabaya pengadaan rumah yang formal cukup beragam, mulai dari yang perumahan biasa sampai real estate. Baik yang dikem-bangkan pengembang besar, perumnas dan bahkan yang dikembangkan perorangan yang sering kami sebut “real estate-nya pak haji”.
Bagaimana dengan perencanaan tata kota?
Tentu itu kewenangan Pemkot. Namun penataan kota Surabaya banyak melibatkan perguruan tinggi sejak masterplan awal mulai tahun 1965 sampai sekarang. Yang membedakan dengan kota lain, mereka menggunakan konsultan dari luar, Surabaya justru lebih memilih bekerjasama dengan perguruan tinggi lokal. Ini juga yang kemudian menjadi kekhasan Surabaya, karena tata ruang kotanya sangat localize. Dan Surabaya bahkan Provinsi Jawa Timur, mungkin satu-satunya kota dan provinsi yang penataan kotanya ditangani perguruan tinggi lokal sehingga kekhasannya masih terjaga.
Yang dikerjakan ITS bersama Pemkot sekarang ini adalah rencana pengembangan kota tahun 2005-2015. Tapi dengan disahkannya Undang-Undang no 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, jangka waktu perencanaannya harus dirubah dan diperpan-jang dari tahun 2010-2030. Pemkot akan membuat peraturan daerah (perda) tentang tata kota sesuai UU itu. Kebetulan saya terlibat di dalamnya. Maka kalau perda ini sudah ditetapkan akan ada sosialisasi kepada masyarakat luas dan masyarakat bisa mengakses semua informasi yang dibutuhkan.
Surabaya masih bisa berkembang ke semua penjuru. Tapi, yang diprioritaskan adalah barat dan timur. Kenapa tidak selatan, karena berbatasan dengan Sidoarjo dan Gresik. Juga tidak ke utara karena sudah dibatasi laut. Sekarang semua pengembang cenderung ke barat dan timur.
Tapi pengembangan Surabaya tidak terlalu kaku dan tidak mengistimewakan kawasan tertentu. Singkatnya, Surabaya masih cukup ideal bagi warga dan masih bisa berkembang luas.
Saat ditanya tentang konsep doa, pria yang gemar blusukan di kampung-kampung Surabaya ini menyebut doa ibarat air. “Tidak ada kewajiban orang minum air putih, tapi tidak ada seorangpun manusia yang tidak butuh air putih. Setiap kita minum air putih juga tidak langsung terasa manfaatnya, tapi kita tidak bisa hidup tanpa air putih. Begitu juga dengan doa pribadi,” tuturnya.
Profesor yang masih aktif menulis dan menjadi pembicara di berbagai seminar ini paling tidak suka saat ditanya hal-hal pribadi semacam nama anak dan keluarganya. “Apa relevansinya untuk wawancara kita. Mari kita fokus ke topik saja,” demikian dia menjawab.
Ada dua kriteria, dan mungkin istilahnya bukan ideal karena ideal relative berbeda bagi setiap orang. Istilah yang pas menurut saya perumahan yang layak. Pertama, kriteria rumah atau bangunan. Rumah layak pertama adalah, minimum luas rumah untuk satu penghuni adalah 10 meter persegi. Jadi kalau ada lima orang penghuni berarti 50 meter persegi. Rumah layak kedua, tersedianya sanitasi dan air bersih. Layak ketiga, struktur bangunannya harus kokoh supaya kalau ada goncangan atau bencana tetap aman. Layak keempat, dijamin status kepemilikannya harus jelas. Dan tentang kejelasan status kepemilikan di Surabaya sudah ada peraturan tentang ijin kelayakan bangunan dan ini kaitannya dengan sertifikat kepemilikan bangunan yang selama ini terlupakan karena kita hanya memiliki surat kepemilikan tanah.
Kriteria kelayakan kedua adalah layak kawasan. Ada beberapa kriteria perumahan layak kawasan, yaitu, pertama, tersedianya jalan atau aksesibilitas. Kedua, tersedianya fasilitas sosial (sekolah, tempat ibadah, rumah sakit). Ketiga, layak ekonomi dan lingkungan, misalnya harus tersedia pasar, dan juga ke-leluasaan melakukan aktifitas ekonomi. Keempat, alamnya bagus yaitu adanya pembagian ruang terbuka dan untuk bangunan. Prosentase yang biasa adalah 30% ruang terbuka hijau dan 70 % bangunan. Kelima, tidak ada ancaman bencana alam seperti banjir, gempa, tanah longsor dan sebagainya. Kalau ini sudah terpenuhi maka dapat dikatakan bahwa perumahan itu layak. Dan ini juga sedang dirumusan dalam undang-undang perumahan yang baru, semoga bisa diselesaikan sehingga kita bisa menata perumahan dan pemukiman yang layak dan kita menjadi negara yang “normal”. (*)
Yulianus Andre Yuris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar