Seorang pembaca di Malang memperkenalkan Harmoni kepada perempuan pemulung yang tangguh ini. Umat Keuskupan Malang yang tinggal di jalan Apokat 784 Batu ini sendirian berjuang mendidik dan membiayai empat anaknya sekolah.
Kemiskinan harus dihadapi dengan tabah karena ketabahan menumbuhkan kesabaran, yang pada akhirnya menumbuhkan pula harapan dan impian. Itulah prinsip hidup Elisabeth Yulia Supriyati (44), yang tidak malu mengakui dirinya seorang pemulung. Pekerjaan itu dilakoninya hingga sekarang sembari menjadi karyawan di BKIA Mardi Rahayu Batu, Malang.
Sejak empat anaknya masih kecil, Yulia mengajarkan anak-anaknya untuk tidak gampang mengeluh. “Saya sering mengatakan pada anak-anak, kita ini orang miskin, nggak boleh sakit atau bodoh. Kalau sakit nggak bisa beli obat. Kalau bodoh nggak bisa jalan, jalan di tempat. Selama masih bisa dan mampu, usahakan!”
Sembilan tahun lalu Yulia dan suami bersama seorang teman meminjam uang di bank sebesar dua juta untuk memodali usaha pengumpulan barang bekas. Tanpa disangka-sangka sang teman itu membawa lari uang pinjaman bank yang mengatasnamakan Yulia. Guna menutupi hutang bank, Yulia pun berhutang pada tetangga. Sementara usahanya terseok-seok, setiap hari para tetangga bergantian datang menagih hutang. Yulia dan suami merasa sangat tidak berdaya karena usahanya seketika macet. Untuk menghindari para penagih hutang, pasutri ini nekat mengamen sembunyi-sembunyi di terminal Dampit di Batu Malang. Setiap hari pasutri ini berangkat pagi untuk mengambil gitar yang dititipkan di rumah seorang teman. Jika di terminal ada orang yang mereka kenali, mereka segera sembuyi. “Saya tidak ingin anak-anak tahu kerjaan orangtuanya. Juga supaya nggak dikejar-kejar penagih hutang,” kisahnya mengenang masa sulitnya.
Persis di saat jalan hidupnya menanjak naik, sang suami pergi meninggalkan keluarga tanpa alasan. Saat semua hutang-hutang sudah dilunasi, Yulia harus menghadapi kenyataan berjuang sendiri membiayai keluarga lewat usaha pengumpul barang bekas. Anak-anaknya pun didorong untuk mau bekerja sambil sekolah. Ada yang mencucikan jubah suster di biara dan ikut mengumpulkan barang bekas. Dulu keluarga ini sangat minder dalam pergaulan, tapi tempaan hidup membuat mereka jadi tabah dan bangga pada usaha mereka sendiri.
Para suster dan romo di paroki Batu Malang sangat membantu keluarga mereka baik secara materi maupun moral. Saat beban hidup begitu berat tak tertanggungkan, Yulia pun “curhat” ke para romo dan suster. “Wejangan-wejangan mereka membuat saya kuat dan lebih sabar lagi,” tuturnya. Putri bungsunya Yoseva Maria Pujirahayu (16) berhasil sekolah di SMAK St Albertus (Dempo) Malang juga atas dukungan suster.
Kini masa sulit sudah terlewati dan Yulia dengan bahagia mengamati perjalanan hidup anak-anaknya. Si sulung Michael Teguh Prayitno (25), sudah bekerja di sebuah restoran. Anak kedua Maria Clara Kristina Nurhayati (22) mengumpulkan banyak prestasi. Dari lomba debat bahasa Inggris, lomba baca puisi, pembawa acara serta menjadi penyiar radio telah dilakoninya. Tahun ini Kristin akan mengajar di sekolah Sang Timur Jakarta. Dia berharap di Jakarta bakatnya sebagai pembawa acara dan penyiar radio dapat berkembang. Anak ketiga Imanuel Kristiawan (17) lebih berbakat di dunia seni. Dia menjuarai berbagai lomba mulai dari musikalis puisi, pidato, sampai menyanyi rap. Si bungsu Yoseva Maria Pujirahayu (16) lebih hebat lagi. Menyanyi dan teater ditekuninya. Group bandnya sempat menjadi finalis lomba Jingle Dare Indomie yang disiarkan di Indosiar.
Demikianlah Yulia dengan bangga mencerita-kan anak-anaknya. “Kalau kumpul di rumah, mereka suka bicara bahasa Inggris dan Jepang yang saya nggak tahu,” tambahnya sambil tergelak. Saat dikorek kehidupan imannya, perempu- an kelahiran 16 April 1964 ini spontan menjawab “Saya malu sama Tuhan Yesus. Kita ke kapel satu jam saja sudah ngantuk, mulat-mulet sendiri. Tapi kalau cari uang seharian nggak pernah ngantuk. Makanya saya ke gereja pagi sebelum kerja”. Baginya Yesus sungguh sangat baik, oleh karena itu tak ada yang bisa merubah-nya untuk berpaling dari Yesus, seberat apapun kisah hidupnya. Menutup obrolan hangat siang itu, Yulia mengajak Harmoni mampir ke tempat kerjanya dan makan siang di restoran tempat anak sulungnya bekerja.
Tuhan selalu membuat rencana indah bagi manusia. Jika kita menyambutnya dengan harapan dan iman yang menyala-nyala, maka Tuhan yang akan menyelesaikan dengan caraNya yang indah. (*)
Naskah : Yohana Tungga ; Foto : Andre Yuris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar